Kesiapan LSM dalam Sinergi Kerjasama Multipihak

Satunama.org – Sejak sekitar satu dekade terakhir, Indonesia dipandang tidak lagi sebagai negara miskin. Setidaknya, Bank Dunia menyebutkan bahwa Indonesia memperlihatkan pertumbuhan ekonomi yang baik sejak krisis finansial Asia di akhir 1990an. PDB nasional Indonesia meningkat dari $857 807 pada tahun 2000 menjadi $3.8747 pada 2018. Indonesia juga dinilai berhasil mengurangi kemiskinan lebih dari setengahnya sejak tahun 1999, menjadi 9,8% pada tahun 2018.

Dengan masuknya Indonesia sebagai salah satu negara yang tidak lagi dipandang miskin, donor asing yang memberikan dana untuk disalurkan melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan dikonversi menjadi program-program pengentasan kemiskinan di Indonesia mulai menarik diri dan lebih berfokus kepada negara-negara lain yang masih dianggap miskin.

Jika pun ada donor yang masih berkiprah di Indonesia, mereka lebih berfokus pada wilayah Indonesia yang dianggap masih benar-benar membutuhkan usaha-usaha pengentasan kemiskinan. Sementara di sisi lain, secara nasional keberlanjutan program-program pengentasan kemiskinan tetap harus mendapat perhatian tidak hanya dari pemerintah namun juga seluruh pihak.

Menghadapi kondisi tersebut, sinergi kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat menjadi perlu untuk dipertimbangkan dan dilakukan. Kiprah LSM di Indonesia yang selama ini melakukan program-program pendampingan masyarakat merupakan sebuah potensi bagi berkembangnya sinergi kerjasama tersebut. Meskipun masih terus membutuhkan kajian lebih dalam, setidaknya LSM dinilai memiliki bekal kedekatan dengan masyarakat dan diharapkan dapat bergerak bersama pemerintah dan swasta untuk memunculkan daya ungkit kesejahteraan warga negara.

Pengelolaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi salah satu alternatif kerjasama untuk berbagai program yang sejalan dengan agenda pembangunan nasional. Lewat tangan para profesional yang bekerja di LSM-LSM, diharapkan pengelolaan dana tersebut dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Dasar hukum tentang CSR juga sudah ada antara lain UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal, dan Peraturan Menteri Negara BUMN No.4/2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tata cara pelaksanaan CSR.

Sinergi Kerjasama Multipihak

Kerjasama multipihak antara pemerintah, swasta dan masyarakat yang diwakili oleh LSM juga sudah mulai berjalan di Indonesia beberapa tahun belakangan utamanya di sektor pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah perspektif bahwa jika terdapat mekanisme kerjasama yang berimbang, setara dan serius, program-program CSR hasil sinergi pemerintah, swasta dan LSM dapat menjadi alternatif kekuatan untuk mengatasi berbagai persoalan yang ada di Indonesia.

Hal tersebut yang menjadi dasar bagi SATUNAMA Yogyakarta mulai mengembangkan kerjasama dengan pemerintah dan swasta dalam mengelola berbagai ranah isu dan program yang selama ini menjadi jangkar kerja-kerja SATUNAMA. Memasuki usia 21 tahun pada tahun 2019, SATUNAMA bergerak mengembangkan sinergi kerjasama dengan perusahaan swasta maupun BUMN seiring dengan semakin kuatnya kebutuhan untuk implementasi program di masyarakat yang menjadi mitra kerjasama SATUNAMA selama ini.

Meski demikian, William E. Aipipidely, direktur eksekutif SATUNAMA mengakui bahwa lembaganya masih perlu banyak belajar sebagai sebuah lembaga yang memiliki fokus kerja pada masyarakat marjinal. Penguatan internal kelembagaan dan optimalisasi strategi pengembangan dan keberlanjutan program menjadi aspek-aspek yang tidak berhenti dieksekusi oleh lembaga yang berdiri pada 1998 ini.

“Kami tidak memungkiri bahwa selama 21 tahun berdiri, SATUNAMA banyak mengalami berbagai tantangan internal maupun eksternal yang semoga menjadi bekal untuk dapat terus bekerja bagi masyarakat.” Kata William saat berbicara dalam helatan “Perjalanan 21 tahun Yayasan SATUNAMA Yogyakarta: Sinergi untuk Indonesia yang Inklusif” di Kompleks SATUNAMA Yogyakarta, Kamis (25/4).

Kedekatan dengan masyarakat yang selama ini terbangun patut dibarengi dengan profesionalitas di berbagai bidang internal maupun eksternal dari institusi LSM sehingga sinergi kerjasama antar pihak yang terbangun dapat berjalan dengan baik dan membawa kemanfaatan.

Data Jumlah LSM di Indonesia

Tidak ada data yang pasti mengenai jumlah LSM di Indonesia. Menurut Direktori Organisasi Internasional Non Pemerintah (2011) oleh Kementerian Luar Negeri, ada 109 LSM asing yang terdaftar di Indonesia. Sementara Kementerian Dalam Negeri mencatat jumlah ormas dan LSM yang terdaftar hingga 2010 adalah 364 lembaga. Jika merujuk pada database penelitian SMERU, jumlah LSM yang ada di Indonesia mencapai 2.848 hingga tahun 2017.

Masih menurut data SMERU, sebagian besar LSM di Indonesia bergerak di isu lingkungan hidup dan usaha kecil atau usaha rumah tangga. Isu perempuan dan gender juga cukup banyak direspon. Isu-isu lain yang juga menjadi perhatian adalah anak, kebijakan publik, demokrasi hukum dan HAM, pariwisata seni dan budaya, pendidikan, otonomi daerah dan transparansi anggaran serta perdagangan. Sektor-sektor tersebut memang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat, sesuai dengan tujuan LSM yang didirikan untuk berpihak pada masyarakat dan membantu mereka.

Menghadapi potensi kerjasama multipihak dengan pemerintah maupun swasta, bekal pengalaman kerja multisektor yang dimiliki LSM dinilai masih membutuhkan penguatan kapasitas. Aspek penguatan kapasitas tersebut muncul karena LSM sebagai lembaga yang selama ini dikenal dekat dengan masyarakat ternyata juga tidak lepas dari kritik oleh masyarakat sendiri.

Survey Edelman Trust Barometer Indonesia pada 2017 menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap LSM menjadi yang terendah dibandingkan institusi bisnis, media dan pemerintah. Pada 2017, tingkat kepercayaan terhadap LSM paling tinggi berada di kisaran 64 %. Lebih rendah ketimbang media (67 %), pemerintah (71 %) dan bisnis (76 %).

Secara khusus, Direktur Konsil CSO Indonesia Serlyeti Pulu pernah menyebutkan bahwa salah satu kritik bagi LSM selama ini terkait dengan akuntabilitasnya sebagai lembaga publik yang dinilai rendah. Sebagai organisasi yang bekerja untuk kepentingan publik, maka LSM sebaiknya memberikan informasi kepada seluruh pemangku kepentingan mengenai visi, misi, program, tata kelola dan keuangan secara transparan.

Untuk meningkatkan citra positif di mata masyarakat, secara khusus LSM perlu melakukan perbaikan mendasar di antaranya adalah penguatan dan pengembangan kode etik internal agar seluruh individu yang ada di dalamnya berperilaku sesuai alur aturan yang ada. Improvisasi internal tersebut selayaknya menjadi pertimbangan dan sasaran perbaikan utama bagi LSM agar akuntabilitas mereka semakin baik dan menjadi modal memasuki kerjasama multipihak. [A.K.P/SATUNAMA]

Tinggalkan komentar