Sekolah Perempuan Malinau

“SEKOLAH PEREMPUAN MALINAU”
SEBUAH TEROBOSAN PERINGATAN HARI KARTINI DAN SARANA PENINGKATAN KAPASITAS ANGGOTA GABUNGAN ORGANISASI WANITA

Oleh: Sri Purwani – Pengembangan Program

“Sekolah Perempuan”, merupakan sebuah istilah yang belum biasa didengar oleh masyarakat luas. Padahal RA Kartini sebagai pelopor perjuangan kaum perempuan di Indonesia sudah merintisnya, tetapi selama ini kurang diangkat dengan baik dalam setiap event peringatan Hari Kartini.

Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Malinau Kaltim, berusaha mengisi peringatan Hari Kartini dengan bentuk yang berbeda dari biasanya yakni menyelenggarakan Sekolah Perempuan selama 6 hari, sejak tanggal 22 – 27 April 2013, diikuti oleh perwakilan 22 Organisasi Wanita se-Kabupaten Malinau, bekerjasama dengan Yayasan SATUNAMA Yogyakarta sebagai tim fasilitator yang berlangsung di Ruang Tebengan Komplek Pemda Malinau.

Sekolah perempuan dilaksanakan sebagai bentuk keterpanggilan GOW Kab Malinau dalam usahanya meningkatkan kapasitas, memberikan pemahaman tentang Hak dan Kewajiban Perempuan dalam kaitannya dengan pemahaman keadilan gender secara utuh kepada organisasi perempuan anggotanya. Oleh karena itu materi terbagi dalam 2 bagian besar yakni:materi dasar memuat: Kepribadian, Kepemimpinan, Mengenal Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya serta Strategi Komunikasi yang Efektif.Sedangkan materi khusus mencakup Prinsip Perspektif Gender terbagi dalam: Keadilan Gender, Mengapa Keadilan Gender Menjadi Masalah dan Peran perempuan dalam Pembangunan.
Sekolah Perempuan ini juga sebagai tindakan konkret menjawab berbagai kondisi riil permasalahan perempuan dan mereka yang termasuk dalam KLMTD (Kecil, Lemah, Miskin, Terlantar dan Difabel) dalam proses dinamika gerak pembangunan masyarakat Malinau. Peserta Sekolah Perempuan yang berjumlah 50 orang ini belajar tentang isu ketidakadilan gender yang berdampak pada maraknya: ekploitasi perempuan, kekerasan/KDRT, banyaknya pelabelan, diskriminasi, maupun sub-ordinasi.

Dampak pembiaran ketidakadilan gender ini akan berpengaruh cukup kuat dalam 2 hal utama yakni: dampak secara pribadi yang seringkali menimbulkan sikap: pasrah, minder, takut, selalu dipimpin, diam, dll. Juga berdampak lemahnya posisi strategis perempuan di Kabupaten Malinau, yakni dalam bidang: Ekonomi, Politik, Kepemimpinan, Anggaran, kesehatan, Pendidikan dan Lingkungan yang berkelanjutan.

Kehadiran Sekolah Perempuan, juga memberikan pemahaman bahwa perempuan di Malinau mempunyai hak yang dijamin oleh negara melalui pemenuhan Hak Asasi manusia seperti yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya serta Pasal-Pasal UUD 45 terutama dalam prinsip kesetaraan hak dan kewajiban warga negara.

Maka, Organisasi Perempuan Malinau ke depan diharapkan lebih berperan aktif dalam dinamika pembangunan Perdesaan seperti visi Kabupaten yakni GERDEMA (Gerakan Desa Membangun). Keterlibatan aktif tersebut bisa melalui proses Pra-Musrenbangdes hingga Musrenbangdes desa hingga Kabupaten. Sehingga proses penguatan perempuan bisa dilakukan secara bersama, melalui mekanisme yang lebih partisipatif, melibatkan lebih banyak pihak, transparan dan selalu dipertanggung jawabkan baik dari sisi kegiatan maupun anggaran.

“SEKOLAH PEREMPUAN MALINAU”
SEBUAH TEROBOSAN PERINGATAN HARI KARTINI DAN SARANA PENINGKATAN KAPASITAS ANGGOTA GABUNGAN ORGANISASI WANITA

Oleh: Sri Purwani – Pengembangan Program

“Sekolah Perempuan”, merupakan sebuah istilah yang belum biasa didengar oleh masyarakat luas. Padahal RA Kartini sebagai pelopor perjuangan kaum perempuan di Indonesia sudah merintisnya, tetapi selama ini kurang diangkat dengan baik dalam setiap event peringatan Hari Kartini.

Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Kabupaten Malinau Kaltim, berusaha mengisi peringatan Hari Kartini dengan bentuk yang berbeda dari biasanya yakni menyelenggarakan Sekolah Perempuan selama 6 hari, sejak tanggal 22 – 27 April 2013, diikuti oleh perwakilan 22 Organisasi Wanita se-Kabupaten Malinau, bekerjasama dengan Yayasan SATUNAMA Yogyakarta sebagai tim fasilitator yang berlangsung di Ruang Tebengan Komplek Pemda Malinau.

Sekolah perempuan dilaksanakan sebagai bentuk keterpanggilan GOW Kab Malinau dalam usahanya meningkatkan kapasitas, memberikan pemahaman tentang Hak dan Kewajiban Perempuan dalam kaitannya dengan pemahaman keadilan gender secara utuh kepada organisasi perempuan anggotanya. Oleh karena itu materi terbagi dalam 2 bagian besar yakni:materi dasar memuat: Kepribadian, Kepemimpinan, Mengenal Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya serta Strategi Komunikasi yang Efektif.Sedangkan materi khusus mencakup Prinsip Perspektif Gender terbagi dalam: Keadilan Gender, Mengapa Keadilan Gender Menjadi Masalah dan Peran perempuan dalam Pembangunan.
Sekolah Perempuan ini juga sebagai tindakan konkret menjawab berbagai kondisi riil permasalahan perempuan dan mereka yang termasuk dalam KLMTD (Kecil, Lemah, Miskin, Terlantar dan Difabel) dalam proses dinamika gerak pembangunan masyarakat Malinau. Peserta Sekolah Perempuan yang berjumlah 50 orang ini belajar tentang isu ketidakadilan gender yang berdampak pada maraknya: ekploitasi perempuan, kekerasan/KDRT, banyaknya pelabelan, diskriminasi, maupun sub-ordinasi.

Dampak pembiaran ketidakadilan gender ini akan berpengaruh cukup kuat dalam 2 hal utama yakni: dampak secara pribadi yang seringkali menimbulkan sikap: pasrah, minder, takut, selalu dipimpin, diam, dll. Juga berdampak lemahnya posisi strategis perempuan di Kabupaten Malinau, yakni dalam bidang: Ekonomi, Politik, Kepemimpinan, Anggaran, kesehatan, Pendidikan dan Lingkungan yang berkelanjutan.

Kehadiran Sekolah Perempuan, juga memberikan pemahaman bahwa perempuan di Malinau mempunyai hak yang dijamin oleh negara melalui pemenuhan Hak Asasi manusia seperti yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya serta Pasal-Pasal UUD 45 terutama dalam prinsip kesetaraan hak dan kewajiban warga negara.

Maka, Organisasi Perempuan Malinau ke depan diharapkan lebih berperan aktif dalam dinamika pembangunan Perdesaan seperti visi Kabupaten yakni GERDEMA (Gerakan Desa Membangun). Keterlibatan aktif tersebut bisa melalui proses Pra-Musrenbangdes hingga Musrenbangdes desa hingga Kabupaten. Sehingga proses penguatan perempuan bisa dilakukan secara bersama, melalui mekanisme yang lebih partisipatif, melibatkan lebih banyak pihak, transparan dan selalu dipertanggung jawabkan baik dari sisi kegiatan maupun anggaran.

Satu pemikiran pada “Sekolah Perempuan Malinau”

  1. pertama: niat dari organisasi GOW dan yayasan satu nama adalah baik dan bertujuan mulia. Namun diketahui bahwa namanya sekolah adalah suatu lembaga yang lebih bersifat permanen, legal dan berkelanjutan. Jadi tidak bersifat sementara karena berkaitan dengan adanya hari ibu kartini.
    Kedua: Dengan dilatih dan kaum wanita menadapat pembekalan pengetahuan yang sebelumnya mereka belum mengetahui, adalah satu hal yang sangat baik bagi mereka. Namun ketika mereka akan berhadapan dengan norma-norma sosial dan budaya yang dialami mereka, maka sangat lah penting bagi kaum laki – laki yang lebih dominan dalam lembaga pemerintahan desa, lembaga adat setempat dan agama perlu membuka diri dan untuk menerima kehadiran mereka dan pada kondisi tersebut, memerlukan adanya pengorbanan terhadap norma – norma sosial dan budaya yang kemungkinan telah memiliki batasan – batasan terhadap keterlibatan kaum wanita dalam musrembangdes sebagai salah satu contoh, pengambilan keputusan dalam rapat pemerintahan desa, aktivitas keagamaan dan juga didalam lembaga adat. Jadi intinya adanya dukungan dari pihak atau organisasi yang didominasi oleh kaum laki – laki terhadap keterlibatan kaum perempuan yang telah lulusan sekolah perempuan yang dimaksudkan. Saaalaaam perjuangan kesetaraan Gender….!

    Balas

Tinggalkan komentar