Inklusi Sosial dan Gender : Elemen Wajib Program Pembangunan Berkelanjutan

Satunama.org – Pemahaman menyeluruh tentang isu inklusi sosial dan gender dalam pembangunan berkelanjutan memang tidak bisa diabaikan. Pembangunan berkelanjutan tidak akan berjalan menggunakan marwahnya sebagai konsep pembangunan yang bertujuan memberikan kemerataan keadilan dan kesejahteraan bagi warga negara, khususnya kelompok rentan dan marjinal, jika pemahaman dan kesepahaman antar pihak terkait prinsip gender dan inklusi sosial belum bertemu sebagai fondasi pembangunan.

Indeks Pembangunan Gender Indonesia saat ini berada pada angka 92,6, masih di bawah rata-rata dunia yaitu 93,8. Di dalam lingkup ASEAN, Indonesia berada di posisi keenam. Sedangkan Indeks Pemberdayaan Gender (GEI) masih berada di kisaran angka 70. Walau setiap tahunnya mengalami kenaikan, tetapi secara umum kita dapat melihat kesenjangan gender masih banyak terjadi di Indonesia. Potret kesenjangan dapat dicermati dari beberapa indikator utama, pekerjaam, pendidikan dan kesehatan.

Akses Pekerjaan dan Pendidikan

Dalam bidang pekerjaan, tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan masih jauh dari laki-laki. Data Survei Ketenagakerjaan Nasional (Sakernas) menunjukkan dalam kurun waktu 20 tahun, tingkat partisipasi kerja perempuan cenderung stagnan berada dalam angka 50%. Jauh tertinggal 33 angka dari laki-laki yang sudah mencapai angka 84%.

Dari jumlah angkatan kerja tersebut, perempuan mayoritas bekerja di sektor informal dengan presentase terbesar di sektor pertanian, perkebunan dan perikanan sebesar 28% dan sektor perdagangan sebesar 23%. Kesenjangan tidak hanya pada angkatan dan sektor kerja, namun juga pada upah yang diterima perempuan. Data Sakernas tahun 2016, menunjukkan upah yang diterima perempuan lebih rendah dibandingkan lak-laki, yaitu hanya rata-rata 60% dari upah laki-laki.

Sementara dalam bidang pendidikan, kesenjangan yang terjadi merupakan salah satu sebab kesenjangan dalam bidang pekerjaan. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, rata-rata perempuan hanya mengenyam pendidikan dasar, terutama di pedesaan. Untuk bidang kesehatan, sampai saai ini Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan Indonesia masih berada di 3 besar di ASEAN, yaitu 305 per 100.000 kelahiran.

Secara nasional, penyebab AKI adalah perdarahan yang dialami perempuan pasca melahirkan. Perdarahan erat kaitannya dengan anemia yang disebabkan asupan gizi dan zat besi yang kurang tercukupi bagi perempuan. Hal lainnya, perempuan masih terkendala atas akses terhadap program dan layanan kesehatan yang ada.

Berbagai upaya memang telah dilakukan untuk mengurangi kesenjangan gender dan mendorong lebih banyak partisipasi perempuan maupun kelompok rentan. Pemerintah maupun maupun pihak swasta seperti NGO (lembaga non pemerintah) melakukan upaya tersebut. Salah satu yang menjadi fokus pemerintah dan NGO, bahkan juga fokus dunia saat ini adalah bagaimana Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau lebih dikenal sebagai SDG’s dapat dicapai semua indikatornya sesuai dengan angka yang direncanakan. Kesetaraan gender menjadi salah satu tujuan yang harus dicapai di dalam SDG’s tersebut.

Program Kerja yang berintegrasi pada Inklusi Sosial dan Gender

Program yang bertujuan langsung pada upaya penguatan perempuan maupun program yang mensyaratkan adanya pelibatan perempuan dan kelompok rentan pun tidak kurang telah dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya, perencanaan program-program tersebut tentu harus memuat rencana integrasi perempuan maupun kelompok rentan dalam pelaksanaan program. Hal ini agar program yang bertujuan untuk memperkuat perempuan dan kelompok rentan, memang benar-benar melibatkan dan bermanfaat untuk perempuan maupun kelompok rentan. Tidak hanya menjadi syarat formal pemenuhan kuota atau bahkan hanya syarat dalam penulisan dokumen proposal program.

Dalam konteks itulah, perspektif inklusif harus digunakan. Dalam program-program yang menjadikan kelompok rentan dan marjinal sebagai penerima manfaatnya, inklusi sosial mau tidak mau menjadi fondasi utamanya. Inklusi sosial tidak hanya bermakna penerimaan terhadap semua kelompok, namun juga memiliki kandungan filosofis kebersamaan yang artinya penerimaaan saja tidak cukup, namun juga harus ada pelibatan dan partisipasi yang dapat meningkatkan kapasitas setiap individu.

Dapat dikatakan bahwa inklusi sosial merupakan sebuah perspektif, sikap sekaligus nilai yang mewujud dalam setiap tindakan dan perilaku keseharian manusia. Sementara gender merupakan elemen wajib yang juga musti mengkristal dalam perspektif, sikap dan tindakan, demi terwujudnya tujuan besar keadilan dan kesejahteraan yang proporsional.

Program yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan tentu wajib menyertakan kesadaran akan elemen inklusi sosial dan gender. Keduanya harus mewujud secara menyeluruh dalam diri setiap pelaksana program, terlaksana dalam setiap aktivitas program dan kemudian terindikasi hasilnya secara nyata. Artinya, program pembangunan yang merata serta visioner akan lebih bermartabat dan manusiawi jika dilaksanakan dengan prinsip-prinsip inklusi sosial dan gender.

Gambaran di atas menunjukkan bahwa penguatan kapasitas terkait inklusi sosial dan gender bagi pengelola program pembangunan berkelanjutan menjadi sesuatu yang tak terelakkan. Komposisi warga sebuah negara tidaklah homogen. Faktor – faktor perbedaan historis, biologis, sosial, budaya hingga ideologis selamanya akan selalu ada karena manusia tidak pernah tercipta sama. Jika pembangunan ditujukan untuk kemanfaatan bersama, maka perbedaan-perbedaan tersebut musti disikapi secara inklusif dalam program-program pembangunan.

Kerangka pemikiran dan implementasi hal-hal tersebut di atas harus menjadi salah satu fokus kiprah organisasi masyarakat sipil yang kerap menjadi pengelola program-program pembangunan berkelanjutan. Signifikansi integrasi inklusi sosial dan gender dalam perencanaan program karenanya menjadi pintu gerbang utama bagi tereksekusinya program-program yang tidak mengabaikan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Elemen gender dan inklusi sosial senantiasa menjadi elemen wajib program pembangunan berkelanjutan yang dapat merangkul semua pihak yang selama ini tersisihkan. Karena dalam implementasi program pembangunan hari ini, sudah tidak perlu ada lagi kelompok masyarakat yang tertinggal atau tidak dapat merasakan manfaat pembangunan. (A.K.P/SATUNAMA, Foto Rawpixel)

Tinggalkan komentar