Sebelum Bicara Reklamasi, Apa Kondisi Keningar Sekarang?

Magelang- Selasa, 19 September 2017, Bertempat di Balai Desa Keningar, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, warga dan Pemerintah Desa Keningar mengadakan pertemuan dialog tentang persoalan pertambangan dalam kerangka regulasi. Turut hadir, Balai Pengkajian, Pengawasan, dan Pengendalian Energi dan Sumber Daya Mineral (BP3ESDM) Wilayah Solo.

Sebelum bicara reklamasi lahan bekas tambang, Adakah data dan informasi utuh yang menuntun para pemangku kepentingan di Magelang, khususnya di Desa Keningar bisa sampai pada peta persoalan secara menyeluruh terkait dampak aktivitas pertambangan? Hal inilah yang menjadi fokus dialog.

Diinformasikan oleh Indra Sanjaya dari Departemen Penguatan Masyarakat dan Desa, SATUNAMA Yogyakarta, bahwa kegiatan dialog regulasi ini merupakan tindaklanjut dari diskusi bedah buku “Kenang Keningar” yang dilaksanakan pada Minggu, 10 September 2017 lalu di Rumah Banjarsari Solo, yang juga melibatkan BP3ESDM Wilayah Solo, Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah sebagai media dialog menuju komitmen bersama atas jaminan reklamasi lahan tambang di Keningar.

“Kegiatan ini lanjutan dari diskusi bedah buku Kenang Keningar di Rumah Banjarsari Solo Minggu, 10 September lalu yang dihadiri juga oleh Pak Hasan dari BP3ESDM Wilayah Solo. Kita upayakan memfasilitasi dialog antara semua pemangku kepentingan soal kebutuhan akan jaminan reklamasi lahan tambang di Keningar”, terang Indra.

Yehezkiel Sugiyono, atau yang akrab disapa Brewok menjelaskan, bahwa reklamasi memang dibutuhkan, tapi, lanjut Brewok, yang penting untuk dilakukan segera adalah merancang tahapan menuju reklamasi sesuai kondisi lapangan yang ada di Keningar terkait risiko kebencanaan dan kerusakan ekologis dan morfologis sempadan sungai dan tanggul alami.

: Indra Sanjaya, pekarya dari Departemen Penguatan Masyarakat dan Desa, SATUNAMA Yogyakarta; Tresna, warga Desa Keningar; Ahmad Subagyo, Kepala Seksi Pengkajian BP3ESDM Wilayah Solo, Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah; Heri Kurniawan, Inspektur Tambang BP3ESDM Wilayah Solo, dan Yehezkiel Sugiyono, Ketua Badan Permusyawaratan Desa Keningar saat dialog regulasi pertambangan dalam pertemuan audiensi di kediaman Yehezkiel Sugiyono, Keningar, Muntilan, Magelang, Jawa Tengah. (19/09). (Foto : Maria Sucianingsih_SATUNAMA Yogyakarta)

“Reklamasi itu penting, tapi sebelum merancang program reklamasi lahan bekas tambang di Keningar, semua pihak harus punya komitmen dan pemahaman dulu soal kondisi nyata yang ada di Keningar, dari mulai risiko kebencananaan, penyelesaian batas lahan, tingkat kerusakan ekologis dan morfologis khususnya di sempadan sungai dan tanggul alami”, terang Brewok yang juga mengampu amanah sebagai Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Keningar ini.

Brewok menambahkan, sudah dua mata air di keningar yang rusak, yang sudah sejak lama menjadi situs ketersediaan air, kalau tidak segera ditata, maka, lanjut Brewok, mata air lainnya akan segera rusak.

“Mata air Ringin dan Kusung itu sudah mati, dan mata air lainnya rusak, misalnya aja mata air Suntil itu dulu besar sekali debit airnya, sekarang sudah rusak, ini kan situs yang menjamin ketersediaan air di Keningar. Jadi dipetakan dulu semua masalahnya kalau mau bicara reklamasi”, tegas Brewok.

Menanggapi persoalan ini, Heri Kurniawan, Inspektur Tambang BP3ESDM Wilayah Solo menerangkan bahwa dalam peraturan yang berlaku, program reklamasi paska penambangan dapat diupayakan terhadap penambang yang memiliki ijin, sedangkan yang tidak memiliki ijin, lanjut Heri, sudah urusan pidana.

“Kalau yang memegang ijin itu kan jelas hak dan kewajibannya, jadi kalau kita bicara soal jaminan reklamasi paska tambang, ya, berarti penambang yang memiliki ijin, sedangkan yang tak berijin itu termasuk bentuk pidana”, terang Heri.

Butuh Dialog Lanjutan

Berkaitan dengan data, informasi, dan peta persoalan dampak pertambangan di Keningar, Ahmad Subagyo, Kepala Seksi Pengkajian BP3ESDM Wilayah Solo menyampaikan bahwa pihaknya baru melihat sekilas tentang dampak pertambangan di Keningar yang memang parah karena pertambangan liar.

“Secara gambaran kasar saya paham kalau kondisi lahan pertambangan di Keningar memang parah, karena tambangnya liar”, terang Subagyo.

Subagyo menambahkan, kalau warga keningar memprioritaskan perlindungan sumber air, maka dirinya menyarankan agar warga mengajukan program reklamasi kepada Pemerintah Provinsi dan mengupayakan agar tambang manual punya Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) agar memudahkan semua pihak untuk mengawasi dan mengevaluasi.

“Untuk pengamanan mata air, silahkan ajukan reklamasi kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, tapi kalau sudah direklamasi jangan ditambang lagi, apalagi saya melihat di Keningar banyak PETI (penambangan tanpa ijin –red), jadi kalau mau mengakomodir tambang manual silahkan ajukan IPR (ijin pertambangan rakyat –red) supaya desa dan semua pihak bisa mengawasi dan mengevaluasi”, terang Subagyo.

Menanggapi hal ini, Brewok menyampaiakan bahwa pentingnya dialog lanjutan untuk mencari cara agar tersedia data, informasi, dan peta persoalan tambang di Keningar secara menyeluruh, agar semua warga, pemerintah desa, kabupaten, provinsi, dan pusat memiliki pemahaman yang sama untuk bekerjasama kedepannya.

“Kita butuh dialog lanjutan, ya rembug lah warga sama pemerintah, ke depannya kalau kita akan kerjasama untuk pemulihan lahan paska penambangan, ya penting sekali agar semua pihak berusaha punya data, informasi dan peta persoalan tambang di Keningar keseluruhannya, biar semua paham, biar bisa tetap guyub untuk membangun kembali, dan warga desa, pemerintah desa, kabupaten, provinsi, dan pusat punya pemahaman yang sama untuk bekerjasama kedepannya”, terang Brewok. (Prabu Ayunda Sora / Photo : Indra Sanjaya_Departemen PMD, SATUNAMA Yogyakarta).

Tinggalkan komentar