Refleksi Pengalaman Peserta PCB Aceh

Para peserta Kelas PCB Provinsi Aceh melakukan pendalaman terhadap segala pengetahuan dan pengalaman yang mereka dapatkan selama mengikuti penyelenggaraan Kelas PCB Madya di Aceh. Salah satu yang digali terkait dengan kunjungan mereka ke partai politik satu hari sebelumnya.

Bertempat di The Pade Hotel Aceh pada Kamis, (20/7), dengan dipandu oleh fasilitator Ryan Sugiarto, para peserta antusias mengemukakan pengalamannya saat bertemu dengan para pengurus partai.

“Menurut saya parpol merupakan satu-satunya sarana untuk membangun negeri melalui penyalurkan aspirasi masyarakat.” Kata Sayed, salah satu peserta siswa. “Ketika harapan masyarakat sudah berjalan dengan baik, maka citra parpol akan membaik. Sebenarnya parpol adalah sarana untuk mencapai loyalitas terhadap masyarakat.” Tambahnya.

Sayangnya, kondisi tersebut belum sepenuhnya tercapai karena permasalahan yang melingkupi parpol juga tidak sedikit. Dari urusan rekrutmen dan pengkaderan hingga keuangan. “Parpol dituntut harus kuat, tetapi secara finansial sering tidak kuat, sehingga terlalu banyak permainan di belakang, yang mengakibatkan politik balas budi.” Demikian refleksi Sayed.

Soal rekrutmen parpol juga menjadi topik yang direfleksikan oleh peserta. Karena hal ini terkait dengan pencetakan kader-kader parpol yang lebih baik. “Fungsi parpol kan melakukan rekrutmen dan kaderisasi. Tidak selamanya manusia hidup maka dari itu membutuhkan regenerasi. Perlunya generasi karena jiwa muda itu kreatif dan inovatif, jika tidak ada pemuda dalam parpol maka akan dilihat kuno dan tidak adanya inovasi.” Demikian refleksi Fadhlulrahman.

Rahman lantas mencoba menidentifikasi beberapa mekanisme perekrutan yang dilakukan oleh parpol. “Ada yang mengambil  kader dari anggota di organisasi-organisasi sayapnya. Ada juga yang tidak melalui organisasai di bawah mereka sehingga perekrutan kader melalui tes loyalitas, tes kesetiaan, tes ideologi dan tes seleksi alam. Meski memiliki cara yang berbeda tetapi bertujuan sama yaitu untuk meregenerasi partai.” Simpulnya.

Sementara Shaliha Rizqina menyoroti soal konflik di dalam tubuh parpol. Menurutnya, pemicu konflik adalah interaksi sosial yang kurang baik, juga miskomunikasi di mana ide disalah artikan oleh orang lain. “Akibatnya timbul perpecahan. Sementara sisi positifnya, pasca konflik ada peluang bagi sistem untuk berubah demi negara yang lebih baik.” Ujarnya.

Shaliha juga mengatakan bahwa jika konflik terjadi berlarut-larut, perlu adanya pencarian solusi yang juga berkelanjutan. “Jika solusi pertama tidak bisa membawa perubahan yang baik, maka akan dicari solusi lain. Kontak sosialnya juga harus dibenahi.”

Refleksi dan pendalaman oleh para peserta Kelas PCB Aceh dilaksanakan di hari keempat atau hari terakhir pelaksanaan Kelas PCB untuk wilayah Provinsi Daerah Istimewa Aceh dengan dipandu oleh fasilitator Ryan Sugiarto. Refleksi dan pendalaman dibutuhkan untuk menemukenali potensi diri dan peluang dari pengalaman mereka selama mengikuti rangkaian Kelas PCB Madya.

Kelas Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Tingkat Madya Provinsi Daerah Istimewa Aceh berlangsung sejak Senin, (17/7) hingga Kamis, (20/7). Kelas PCB Madya merupakan kelanjutan dari Kelas PCB Pratama yang telah dilaksanakan tahun 2016 di 9 provinsi yaitu Daerah Istimewa Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Papua Barat. Aceh menjadi provinsi pertama penyelenggaraan PCB Madya tahun ini.

Secara umum, Kelas PCB Madya bertujuan memberikan pengetahuan dan ketrampilan dasar untuk menjadi politisi yang cerdas dan berintegritas. Program pembelajaran ini dirancang untuk mempersiapkan generasi baru politik bergabung dengan partai politik di masing-masing wilayah. (A.K. Perdana/Foto-foto: Valerianus Jehanu dan Ganda Kristianto/SATUNAMA)

Tinggalkan komentar