Perlu Dibangun, Saluran Informasi Layanan Kesehatan Jiwa

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa memberi kewenangan kepada Desa untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri, diluar pembagian urusan-urusan pemerintahan yang didelegasiukan oleh supra desa, dengan demikian, Desa memiliki potensi untuk mengembangkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) berdasarkan prakarsa pemerintah desa dan masyarakat desa.

Tika Prasetyawati (kiri) dari RS UGM, Mega Dhestiana dari RSUP Klaten dan Sri Esti dari RSJ Ghrasia memfasilitasi para pemangku kepentingan yang berpartisipasi dalam sarasehan kesehatan jiwa seri pertama : “Kesehatan Jiwa Secara Umum” oleh Yayasan SATUNAMA Yogyakarta di Balai Desa Sendangadi, Mlati, Sleman, DIY. (29/04).

Perihal ini menjadi point utama yang muncul sebagai rekomendasi para pemangku kepentingan yang berpartisipasi dalam sarasehan kesehatan jiwa seri pertama, “Kesehatan Jiwa secara Umum” yang dilaksanakan oleh Yayasan SATUNAMA di Aula Pertemuan Balai Desa Sendangadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, DIY,  Sabtu (29/04) lalu.

Sarasehan ini dilaksanakan untuk menggali pengalaman dan pengetahuan para pemangku kepentingan soal kesehatan jiwa, dari mulai dokter, organisasi masyarakat sipil, puskesmas, organisasi perangkat daerah, kepolisian, pemerintah desa, dan individu-individu yang memiliki anggota keluarga yang Orang Dengan Gangguan Kejiwaan (ODGJ), semua hadir, semua berbagi.

Dalam kesempatan ini, sarasehan diawali dengan menyaksikan bersama-sama film “still alice”. Film ‘Still Alice’ yang diputar dalam kegiatan sarasehan kesehatan jiwa –dalam kasus ini alzheimer– memiliki dimensi informatif, emosional, pengetahuan, dan cita akan kehidupan, semangat, solidaritas, dan hasrat untuk berjuang menghadapi semua persoalan yang dihadapi, sehingga kekuatannya terletak pada pesan moral bagi siapa yang menyaksikan, dimana semua anggota keluarga ODGJ dalam film tersebut memiliki kesadaran penuh untuk mau belajar terus-menerus tentang alzheimer yang dialami oleh Alice, sehingga semua anggota keluarga berkapasitas untuk membantu Alice dalam kondisi-kondisi yang harus mendapatkan perlakukan khusus, termasuk evakuasi, demikian juga teman-teman dan rekan kerja Alice.

Nonton bersama Film “Still Alice” saat adegan dimana Alice berbincang dengan putrinya di dapur keluarga, dengan seksama dan penuh perhatian putrinya mendengarkan, memberi rasa nyaman kepada Alice dan membangun kepercayaan antara mereka berdua, sehingga dapat saling memahami dan menjalin komunikasi yang baik.

Setelah menyaksikan film, Dokter Mega Dhestiyana memaparkan pemantik diskusi tentang Kesehatan Jiwa dan berbagi pengalaman dan pengetahuan mengalir mengikuti hal-hal spesifik yang dialami oleh partisipan yang hadir.

Yang mengemuka dalam diskusi adalah soal minimnya kapasitas keluarga dan lingkungan ODGJ, yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipenuhi agar keluarga dan lingkungan mampu dan mau untuk terlibat aktif dalam mendeteksi, memantau, merekam, dan menindaklanjuti segala temuan yang ada agar ODGJ mendapat penanganan yang layak, baik klinis dan pemberdayaan eknomi.

Terakhir yang menjadi sorotan oleh para pemangku kepentingan adalah pentingnya dibangun saluran informasi tentang layanan kesehatan jiwa pada unit-unit layanan kesehatan serta sinergitas para pihak dalam Mengupayakan rintisan langkah promotif, preventif, dan rehabilitatif berbasis komunitas terkait kesehatan jiwa. (Prabu Ayunda Sora/SATUNAMA. Foto : Prabu Ayunda Sora).

Simak catatan lebih detil tentang Sarasehan Kesehatan Jiwa I

Satu pemikiran pada “Perlu Dibangun, Saluran Informasi Layanan Kesehatan Jiwa”

Tinggalkan komentar