Ansos, Bekal Memahami Realitas

Salah satu modal yang dibutuhkan seseorang untuk menjalankan analisis sosial di suatu wilayah atau kelompok individu adalah pemahaman tentang realitas. Gambarain ini muncul dalam hari pertama pelaksanaan pelatihan Civic Education for Future Indonesian Leader (CEFIL) yang dihelat di Yayasan SATUNAMA, Selasa (16/5).

Analisis sosial atau ansos, sesuai namanya, antara lain dipelajari dalam CEFIL sebagai bekal bagi peserta untuk dapat melakukan rangkaian penggalian dan analisis realitas sosial. “Ansos dipelajari bukan agar kawan-kawan mahir menciptakan program. Melainkan agar mampu menjadi seorang analis sosial yang seimbang. Bukan sosiolog, perangkat desa, atau peneliti.” Ujar Afifudin Toha dari SATUNAMA yang bertindak sebagai fasilitator materi Analisis Sosial.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan proses analisis sosial menjadi tidak obyektif adalah kecenderungan orang untuk menggunakan prasangka yang dimilikinya sebagai basis melakukan analisis. Orang yang memiliki latar belakang tertentu biasanya akan menggunakan konsepsi yang dimilikinya saat melakukan analisis sosial padahal belum tentu konsepnya tersebut benar.

“Ada prasangka yang dibuat terlebih dahulu berdasarkan latar belakangnya. Dan ini justru keterjebakan pertama seorang analis sosial. Ini bisa mempengaruhi dia dalam mengurai persoalan.” Jelas Afif.

Keterjebakan lain yang harus dihindari adalah informasi atau tuturan sebuah kondisi yang berasal dari orang yang dianggap lebih pintar. Hal ini juga dapat menghalangi untuk mencari data dan fakta yang sebenarnya.

“Hal ketiga yang bisa mempengaruhi dalam melihat persoalan adalah terlalu berpegang kuat pada posisi sebagai analis. Maka ketika akan turun ke masyarakat, bebaskan diri kita dari tiga jebakan itu dalam proses menggali data.” tegas Afif.

Analisis sosial adalah untuk menemukan realitas berdasarkan konstruksi atas data dan fakta, bukan dari opini, informasi, apalagi prasangka. Oleh karenanya prasangka keilmuan, efek primordial, ikatan teoritik dan posisi seseorang harus tidak menjadi dasar proses analisis sosial.

Peserta mempraktikkan analisis sosial di Dusun Tebon, Kabupaten Sleman untuk menggali data dan analisis realitas sosial. [Foto: Banu Badrika]
“Selama ini kita sering tidak sadar melakukan itu. Kita seharusnya berproses untuk melihat lebih jernih. Karena data dan fakta sosial itu nantinya akan berbunyi sebagai sebuah sikap politik. Dan sikap politik tidak sama dengan hiruk pikuk politik seperti saat ini” Lanjut Afif, yang juga menjadi Kepala Departemen Politik dan Demokrasi di SATUNAMA.

Analisis sosial menjadi salah satu materi dalam pelatihan CEFIL yang dilaksanakan selama 5 hari sejak Selasa (16/5) hingga Sabtu (20/5). Melengkapi transfer pengetahuan analisis sosial di dalam kelas, para peserta juga kemudian diajak untuk terjun ke masyarakat di Dusun Tebon, Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman untuk mengasah insting dan kecakapan analisis mereka.

Analisis sosial menjadi penting karena merupakan bagian dari proses menuju eksistensi masyarakat sipil (organized civil society) yang memiliki kesadaran hak kewarganegaraan, kemampuan intelektual, kecakapan analisis, kapasitas mempengaruhi publik, keterampilan pengelolaan konflik serta pengorganisasian sebagai upaya perekayasaan dan pematangan demokrasi di Indonesia.

CEFIL sendiri merupakan kiprah kontributif SATUNAMA dalam komitmennya untuk memperkuat Civic Movement pada arena masyarakat sipil melalui Civic Education. CEFIL adalah bagian penting dalam sejarah panjang SATUNAMA yang telah dimulai sejak 1998 dengan para alumni yang tersebar di seluruh Indonesia serta berkomitmen pada nilai-nilai demokrasi. Mereka memiliki peran dalam civic society dan tidak sedikit pula yang bergeser ke political society. (A.K. Perdana/SATUNAMA. Foto : Banu Badrika)

Tinggalkan komentar