Pertemuan Pembelajaran Tentang Difabel untuk Pemuda Desa Duwet

Satunama, 16 September 2011
difasilitasi oleh KARINAKAS
Pertemuan pada hari Jumat ini diawali dengan ucapan selamat datang dan perkenalan dengan menggunakan lagu perkenalan.
Peserta berasal dari desa Duwet yaitu ; Nugroho, Aan, Sudar, Hari, Eko, Gondes, Henri. Perkenalan ini diikuti oleh permainan bernyanyi untuk memeriahkan suasana.

Hal yang berikutnya dilakukan fasilitator adalah mengemukakan aturan main, orientasi tempat dan meminta peserta untuk menuliskan harapan selama mengikuti kegiatan hari ini pada sebuah kertas dan ditempelkan didepan. Pada umumnya yang disampaikan dalam tulisan di depan adalah untuk mengetahui mengenai apa itu difabel.

Sesi pertama mbak Tuti mengungkapkan bahwa hari ini akan melihat potret difabilitas dengan metode olah peran, peserta diberikan peranya masing-masing ada yang menjadi tuna netra 4 orang dan menjadi tuna daksa 3 orang. Peserta diarahkan untuk keluar dekat kolam dan diberikan perannya dan di beri tugas untuk menemukan barbel di dalam rungan pertemuan.

Dalam sesi lanjutan yang dipimpin Mas Karel, peserta diajak untuk sadar mengenai keberadaan difabel sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang sempurna, sehingga tidak pantas untuk menyebutnya “cacat” dan memberikan alternatif kata “ “difabel” untuk tetap memandang seseorang memiliki kemampuan , apapun adanya orang tersebut.

“ Difabel” berasal dari kata Different Able People : Orang dengan kemampuan berbeda. Orang difabel tetap memiliki kemampuan, meskipun mungkin dilakukan dengan cara lain.

Permainan menyusun blok bangunan dengan memberi berbagai macam peran difabel ( tunanetra, tunawicara ) maupun untuk memerankan orang yang tidak difabel untuk dilakukan oleh peserta merupakan sesi berikutnya. Peserta mengikuti dengan antusias serta aktif dalam sesi diskusi, sehingga akhirnya mampu menyadari bahwa menjadi difabel merupakan situasi yang tidak mudah, namun masyarakat bisa mendukung dengan membantu serta mempermudah mereka mendapatkan haknya untuk berpartisipasi, berperan dalam masyarakat.

Berikutnya ada apresiasi yang akan dilakukan oleh peserta dengan tema apa yang sudah didapatkan sebelumnya.
Peserta dibagi menjadi 2 kelompok dan diberi kesepatan untuk melakukan persiapan 5 menit dan akan melakukan pertunjukan selama 10 menit.
Peserta melakukan persiapan dengan kreasinya sendiri-sendiri dengan menggunakan media yang disediakan. Apresiasi dimulai dari grup Mbelgedes dengan menampilkan nyanyian dengan kupu-kupu malam dan diikuti semua peserta. Dengan alasan menyayikan lagu persahabatan ( mungkin maksudnya termasuk dengan difabel juga kali ya) .
Grup kedua tampil tanpa nama khusus : menampilakan nyanyian dari grup Ungu, dengan alasan ingin memberikan semangat dan kerja sama Karena masih mengikutkan teman yang berperan sebagai tuna rungu wicara. Dalam sesi ini memperlihatkan saling kerja sama dan saling menghargai antara sesame karena kita tidak bisa memilih selama hidup bermasyarakat.

Kegiatan hari ini diakhiri dengan kesimpulan yang difasilitasi oleh Mbak Venti, yang menekankan bahwa difabel bisa, mampu berperan, asal masyarakat juga mendukung dan memberi kesempatan. Akhirnya sebuah film pendek ttg tarian yang menunjukkan kemampuan difabel ditayangkan utk mengakhiri seluruh sesi.

Satunama, 16 September 2011
difasilitasi oleh KARINAKAS
Pertemuan pada hari Jumat ini diawali dengan ucapan selamat datang dan perkenalan dengan menggunakan lagu perkenalan.
Peserta berasal dari desa Duwet yaitu ; Nugroho, Aan, Sudar, Hari, Eko, Gondes, Henri. Perkenalan ini diikuti oleh permainan bernyanyi untuk memeriahkan suasana.

Hal yang berikutnya dilakukan fasilitator adalah mengemukakan aturan main, orientasi tempat dan meminta peserta untuk menuliskan harapan selama mengikuti kegiatan hari ini pada sebuah kertas dan ditempelkan didepan. Pada umumnya yang disampaikan dalam tulisan di depan adalah untuk mengetahui mengenai apa itu difabel.

Sesi pertama mbak Tuti mengungkapkan bahwa hari ini akan melihat potret difabilitas dengan metode olah peran, peserta diberikan peranya masing-masing ada yang menjadi tuna netra 4 orang dan menjadi tuna daksa 3 orang. Peserta diarahkan untuk keluar dekat kolam dan diberikan perannya dan di beri tugas untuk menemukan barbel di dalam rungan pertemuan.

Dalam sesi lanjutan yang dipimpin Mas Karel, peserta diajak untuk sadar mengenai keberadaan difabel sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang sempurna, sehingga tidak pantas untuk menyebutnya “cacat” dan memberikan alternatif kata “ “difabel” untuk tetap memandang seseorang memiliki kemampuan , apapun adanya orang tersebut.

“ Difabel” berasal dari kata Different Able People : Orang dengan kemampuan berbeda. Orang difabel tetap memiliki kemampuan, meskipun mungkin dilakukan dengan cara lain.

Permainan menyusun blok bangunan dengan memberi berbagai macam peran difabel ( tunanetra, tunawicara ) maupun untuk memerankan orang yang tidak difabel untuk dilakukan oleh peserta merupakan sesi berikutnya. Peserta mengikuti dengan antusias serta aktif dalam sesi diskusi, sehingga akhirnya mampu menyadari bahwa menjadi difabel merupakan situasi yang tidak mudah, namun masyarakat bisa mendukung dengan membantu serta mempermudah mereka mendapatkan haknya untuk berpartisipasi, berperan dalam masyarakat.

Berikutnya ada apresiasi yang akan dilakukan oleh peserta dengan tema apa yang sudah didapatkan sebelumnya.
Peserta dibagi menjadi 2 kelompok dan diberi kesepatan untuk melakukan persiapan 5 menit dan akan melakukan pertunjukan selama 10 menit.
Peserta melakukan persiapan dengan kreasinya sendiri-sendiri dengan menggunakan media yang disediakan. Apresiasi dimulai dari grup Mbelgedes dengan menampilkan nyanyian dengan kupu-kupu malam dan diikuti semua peserta. Dengan alasan menyayikan lagu persahabatan ( mungkin maksudnya termasuk dengan difabel juga kali ya) .
Grup kedua tampil tanpa nama khusus : menampilakan nyanyian dari grup Ungu, dengan alasan ingin memberikan semangat dan kerja sama Karena masih mengikutkan teman yang berperan sebagai tuna rungu wicara. Dalam sesi ini memperlihatkan saling kerja sama dan saling menghargai antara sesame karena kita tidak bisa memilih selama hidup bermasyarakat.

Kegiatan hari ini diakhiri dengan kesimpulan yang difasilitasi oleh Mbak Venti, yang menekankan bahwa difabel bisa, mampu berperan, asal masyarakat juga mendukung dan memberi kesempatan. Akhirnya sebuah film pendek ttg tarian yang menunjukkan kemampuan difabel ditayangkan utk mengakhiri seluruh sesi.

Tinggalkan komentar