Merawat Peradaban Sungai Winongo Melalui Memetri Kali

Hubungan antara kota dengan sungai selalu memiliki kisah menarik di setiap sudutnya. Perjalan hidup manusia dan sungai saling tumbuh beriringan melengkapi satu sama-lain. Begitu pula antara warga bantaran Sungai Winongo dan Sungai Winongo. Sungai yang terletak di kota Yogyakarta yaang melintasi enam kecamatan dan sebelas kelurahan ini telah tumbuh bersama warga sekitar.

Sungai Winongo yang melintas di tengah-tengah perkampungan warga tentu memiliki daya tarik sendiri. Warga sekitar yang sering berinteraksi langsung dengan sungai menyimpan kisah mengenai sungai baik dari sejarah, dinamika, potensi hingga perubahan yang semua terangkum dalam pengetahuan mengenai sungai. Pengetahuan-pengetahuan inilah yang kemudian sebenarnya menjadi suatu masterpiece bagi kota. Mengapa bagi kota? Karena saat ini kota kita sedang tumbuh tidak berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang dibangun dari kisahnya sendiri. Kota-kota kita tumbuh akibat proyek-proyek pembangunan yang tidak terencana. Adanya kisah dari sungai inilah yang seharusnya bisa menjadi dasar untuk membangun kota. Karena dari kisah inilah kita bisa melihat bagaimana seharusnya pembangunan-pembangunan direncanakan.

Mememtri Sungai Winongo dengan bertanya mengenai sungai Winongo kepada warga merupakan salah satu cara untuk merekam bagaimana sejarah, dinamika, perubahan sungai terjadi. Kegiatan untuk merekam kisah sungai ini nanti yang kemudian akan dikembalikan lagi untuk warga. Sehingga kegiatan ini merupakan kegiatan yang sebenarnya melibatkan masyarakat.

Kurang lebih 2 bulan ini, Yayasan Satunama sudah melakukan pemetaan di 8 titik sungai Winongo. Pemetaan yang dilakuka untuk memetakan aspek fisik dan non-fisik sungai. Aspek fisik yang meliputi: fasilitas, pemanfaatan sungai, vegetasi, hunian, serta akses. Sedang untuk aspek non-fisik berupa: sejarah, praktek kultural, potensi sungai, problem sungai, rencana untuk sungai, serta harapan warga bagi sungai. Semua itu tersusun dalam baseline. Baseline ini nanti yang kemudian akan menjadi modal bagi Yayasan Satunama untuk melakukan advokasi untuk masyarakat.

Keadaan sungai Winongo yang telah mengalami degradasi yang tentunya akan sangat membahayakan dan menjadi permasalahan kota apabila hanya dibiarkan, seperti permasalahan sampah, kualtias air tanah yang sudah tercemar, pemukiman penduduk yang terlalu dekat dengan sepadan sungai hingga bau akibat limbah akan menganggu aktivitas-aktivitas warga sekitar. Permasalahan ini tentu tidak bisa hanya diselesaikan oleh satu pihak saja. Oleh karena itu mengajak komunitas dan warga untuk duduk bersama berdiskusi mengenai sungai Winongo merupakan cara yang bijak untuk meyikapi permasalahan sumgai. Yayasan Satunama juga berelasi dengan FKWA (Forum Komunikasi Winongo Asri) yang sudah lebih dulu mendalami mengenai permasalahan di Sungai Winongo. Dengan duduk bersama seperti ini harapannya segala keinginan dan kebutuhan warga dapat terpenuhi serta kelestarian sungai Winongo akan terus terjaga, karena Sungai Winongo adalah sungai kita.

Penulis : Zahra Nur Fatma (Universitas Negeri Solo)

Tinggalkan komentar