CERITA SUKSES DARI DUSUN NGENEP, DESA TERONG “PERUBAHAN ITU DIAWALI DARI KEBERANIAN UNTUK MENCOBA”

SUCCESS STORY FROM NGENEP SUBVILLAGE, TERONG VILLAGE ”A CHANGE IS STARTED BY EAGERNESS TO TRY”

As we all know, Yogyakarta was hit by a 5.8 richter scale earthquake on May 2006. Bantul area was one of the most damage places that needed to be redevelopped it through cooperation with various sectors and elements. As a non government organization, SATUNAMA also took part on the emergency program, as well as rehabilitation and reconstruction programs, together with other organizations and communities in general.

Through those programs SATUNAMA acknowledge a subvillage in Terong village, Dlingo subdistrict, Bantul district, namely Ngenep. This subvillage has 33,000 m² fields in a slope of 40-60 degree, inhabited by 104 households. Ultimately SATUNAMA starts an agro-biodiversity program in this village.

There is a farm group in Ngenep subvillage namely Sumber Mulyo that has 104 households (corn and rice groups), with Sumidjo as the head of the group. The man who is in the 50s who is more popular to be called Pak Midjo is very enthusiastic to participate trainings and advocacies on biodiversity program that is developed by SATUNAMA. He finally releases some of his fields to host an organic farming demo- plot.

The change from fields that used chemistry to become organic fields is started by cultivating process and using local seeds. This is the first time since the green revolution era for Ngenep subvillage to do a friendly agriculture. Pak Midjo is brave enough to pioneering that system. Although his wive opposses him, because she does not believe in SRI (system rice intensification), he insits to try this new sytem that is organic farming.

After some processes of fertilizing and seeding, Pak Midjo inisiates the first harvest of a local rice namely Gropak (it comes from Gedangsari, Gunung Kidul), where from 400 metres field with 10 kg of seeds can produce 7 sacks of dried unhulled paddies. The C.64 paddies produces 12 sacks of paddies. From this experience Pak Midjo is sure that the future will be better. Now he has become a source for farmers to: 1) ask on organic farming system and to 2) get local seeds.

The success is not only from the harvest he gets but also from his breaveness to start and to socialize it to others that lead to having network with community as well as in the village level. Now Ngenep is building a seed bank that is located at Pak Midjo’s yard that is also going to be a meeting place for farmers as well as for a community library.

Ani – May, 2008

CERITA SUKSES DARI DUSUN NGENEP, DESA TERONG “PERUBAHAN ITU DIAWALI DARI KEBERANIAN UNTUK MENCOBA”

Bulan Mei 2006, Yogyakarta dilanda gempa bumi berkekuatan 5,8 SR. Wilayah yang paling parah kerusakannya adalah kawasan Bantul. Untuk membangun kembali wilayah yang rusak dibutuhkan kerjasama dalam berbagai sektor dan berbagai elemen. SATUNAMA juga ambil bagian dalam proses emergency sampai program rehab-rekon bersama-sama dengan lembaga-lembaga lain maupun masyarakat secara umum.

Dari pelayanan program rehab-rekon itulah SATUNAMA mengenal sebuah dusun di wilayah Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, yang bernama Ngenep. Dusun ini mempunyai area perkebunan dan persawahan seluas 33.000 m2, dan memiliki tingkat kemiringan 40–60 derajat, dihuni oleh 104 KK. Dari perkenalan tersebut kemudian ada pengembangan pendampingan dari program rehab-rekon, menuju pada pendampingan program agro-biodiversity.

Kelompok tani di Dusun Ngenep itu bernama Sumber Mulyo, dengan anggota 104 KK (tergabung dalam kelompok jagung dan padi), dengan ketua kelompoknya bernama Sumidjo, yang akrab dipanggil Pak Midjo. Laki-laki berusia sekitar 50an tahun ini sangat bersemangat mengikuti pelatihan maupun pendampingan di seputar program biodiversity yang dikembangkan oleh SATUNAMA. Sebagai ketua kelompok, akhirnya Pak Midjo dengan penuh keberanian merelakan sebagian sawahnya untuk secara langsung menjadi demplot pertanian organik.

Perubahan dari sawah yang menggunakan unsur kimia menjadi sawah organik itu dimulai dari proses pemupukan, penggunaan benih lokal, pemberantasan hama, serta pengobatan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah pertanian di Dusun Ngenep setelah beberapa puluh tahun sejak revolusi hijau, dimulai lagi model pertanian yang ramah lingkungan. Pak Mijo dengan berani memelopori sistem pertanian tesebut. Meskipun ia juga diomeli sang istri yang merasa tidak cocok dengan model bertanam yang menggunakan sistem SRI (system rice intensification), yang tidak ada kejelasan tentang hasil panennya, Pak Midjo tetap besikeras mencoba pertanian lestari ini.

Setelah melalui proses pemupukan dan pembenihan, maka Pak Midjo mengawali panen perdana padi lokal jenis Gropak (berasal dari Gedangsari, Gunung Kidul) dengan lahan seluas 400 m2, dengan benih 10 kg, dan menghasilkan 7 karung gabah kering. Padi jenis C.64 bia menghasilkan 12 karung padi. Dengan hasil perdana ini Pak Midjo menjadi yakin bahwa hasilnya pun tidak akan kalah dari padi jenis C.64, pada tahun-tahun berikutnya. Saat ini memang secara kuantitas kalah, tetapi secara sosial menjadi lebih beruntung, karena mulai saat itu Pak Midjo menjadi: 1) tempat petani bertanya tentang sistem pertanian lestari, 2) tempat untuk mendapatkan benih lokal.

Sukses yang diperoleh bukan hanya dari sisi hasil tetapi dari sisi keberaniannya memulai dan mensosialisasikannya kepada orang lain, sehingga menambah jaringan kerjasama, baik antar masyarakat maupun di tingkat desa. Sekarang Dusun Ngenep sedang membangun sebuah lumbung benih, yang berada di halaman rumah Pak Midjo, yang direncanakan sebagai tempat pertemuan kelompok tani dan untuk menyimpan benih lokal serta perpustakaan komunitas.

Ani – Mei, 2008

Tinggalkan komentar