Festival Layang-Layang “Bersatu Bersuara Untuk FCTC!”

No. 540/EKS/SAT-PPJM/Siaran Pers/VII/2016

SIARAN PERS

GUYUB BOCAH JATENG-DIY MENYELENGGARAKAN

FESTIVAL LAYANG-LAYANG ‘BERSATU BERSUARA UNTUK FCTC!’

 

Guyub Bocah adalah komunitas yang berkonsentrasi pada pemenuhan hak-hak anak di wilayah Jawa Tengah dan DIY. Kegiatan belajar bersama yang dilakukan antara lain anjangsana (setiap 3 bulan sekali), pelatihan (advokasi hak-hak anak, produksi media —menulis, debat, membuat film, wisata pendidikan berupa jelajah candi dan museum, pelatihan tentang implementasi UU Desa dan Desa Ramah Anak, perlindungan anak, belajar tentang FCTC —Framework Convention on Tobacco Control), belajar bercocok tanam organik, dan penghijauan.

Untuk menyumbang makna Hari Anak Nasional 23 Juli 2016, Guyub Bocah Jateng DIY menyerukan kampanye dukungan aksesi FCTC oleh Indonesia melalui kegiatan anjangsana yang beragenda utama Festival Layang-layang ‘Bersatu Bersuara untuk FCTC!’. Pilihan ini dilatari oleh beberapa fakta. Saat ini 187 negara sudah menjadi negara pihak dalam Traktat Dunia untuk Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC), dan hingga siaran pers ini ditulis Indonesia bergeming tak segera mengaksesi FCTC (periode ratifikasi sudah berlalu). Fakta yang ironis karena Indonesia adalah salah satu negara yang aktif memprakarsai perumusan FCTC.

Konsumsi produk tembakau terbukti sebagai faktor risiko utama penyakit jantung dan pembuluh darah (hipertensi), stroke, serangan jantung, penyakit paru, kanker, gangguan sistem reproduksi (infertilitas, lahir prematur) dan kematian bayi. Penyakit-penyakit tersebut merupakan 60% penyebab kematian di dunia maupun di Indonesia (RISKESDAS 2007, WHO 2008).

Selain masalah kesehatan yang terganggu akibat asap rokok, ada juga endemik global yang mengepung kita dalam tirani kebodohan. Iklan, promosi, dan sponsor rokok secara massif dan intensif menyasar anak-anak untuk menjadi perokok pemula. Sebanyak 83 % anak usia 13-15 tahun melihat iklan rokok di televisi (GYTS 2006), 89 % melihat iklan rokok di billboard, dan 76,6 % melihat iklan rokok di media cetak (GYTS 2009). Berbagai studi menunjukkan iklan rokok mempengaruhi anak untuk mulai merokok. Studi di Indonesia menunjukkan 70 % remaja mengaku mulai merokok karena terpengaruh oleh iklan, 77% mengaku iklan menyebabkan mereka untuk terus merokok dan 57% mengatakan iklan mendorong mereka untuk kembali merokok setelah berhenti (Komnas Anak dan UHAMKA, 2007).

Survei yang dilakukan oleh Komunitas Penggerak RW di Desa Kadilajo, 24 Febuari 2016 yang melibatkan 171 responden (siswa SD) memperoleh data sebagai berikut: 63 % responden pernah melihat guru merokok, 61% responden mengaku bapak mereka merokok, 31% responden mengaku kakek/paman/pakde mereka merokok, dan 2% responden menyebut kakak mereka merokok. Sementara itu 68% responden mengaku pernah disuruh membeli rokok oleh orang dewasa di sekitar mereka. Serpihan fakta ini sungguh memprihatinkan.

Indonesia telah menandatangani Konvensi Hak Anak (KHA) sejak tahun 1989. Artinya, di atas kertas Pemerintah Indonesia dan para pihak paham bahwa kepentingan terbaik untuk anak (the best interest for children) harus menjadi pertimbangan kebijakan negara. Sejalan dengan hal tersebut Indonesia memiliki Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Berpijak pada Pasal 44 UU No. 35 Tahun  2015, (1) Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan. (2) Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didukung oleh peran serta masyarakat. (3) Upaya kesehatan yang komprehensif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan. Namun fakta-fakta yang ada menunjukkan absennya pemahaman atas mendesaknya perlindungan anak dari bahaya rokok.

Dengan latar tersebut, Festival Layang-layang ‘Bersatu Bersuara untuk FCTC!’ akan dilaksanakan pada Minggu, 24 Juli 2016 di Dukuh Grenjeng, Desa Kadilajo, Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Festival Layang-layang ‘Bersatu Bersuara untuk FCTC!’ juga merupakan bagian kerja Pembaharu Muda untuk FCTC di Indonesia pasca Pelatihan Pembaharu Muda yang diselenggarakan oleh Lentera Anak Indonesia di Bogor, 12-16 Februari 2015.

Tercatat sekurangnya komunitas anak dari 28 desa di Kabupaten Bantul, Kabupaten Sleman, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta (Daerah Istimewa Yogyakarta) serta Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah), ditambah 15 komunitas lain sudah mengkonfirmasi kesertaan dalam Festival Layang-layang ‘Bersatu Bersuara untuk FCTC!’.

Tujuan Festival Layang-layang ini adalah meningkatkan pemahaman dan kesadaran  masyarakat khususnya anak tentang (1) bahaya asap rokok, (2) pentingnya aksesi-penerapan FCTC oleh Indonesia, dan (3) dukungan kepada  Presiden RI untuk mengaksesi FCTC.

Selain menyuarakan dukungan atas aksesi FCTC, sebagaimana anjangsana Guyub Bocah Jateng-DIY sebelumnya, Festival Layang-layang kali ini juga tetap menyuarakan perlindungan anak yang terkait erat dengan pelestarian dan pemuliaan alam yang menjadi ciri khas Guyub Bocah: sebagaimana anjangsana sebelumnya, area penyelenggaraan anjangsana Guyub Bocah Jateng-DIY merupakan kawasan tanpa rokok, semua yang hadir di acara ini — termasuk orang tua yang terlibat— dilarang merokok. Guyub Bocah menggalakkan pemakaian bahan dan barang bekas sebagai media belajar dan bermain, karena itu, layang-layang yang disertakan dalam festival pun diwajibkan dibuat dengan 50% bahan bekas. Seperti biasa juga, anak-anak dan partisipan yang datang diwajibkan membawa botol minum untuk mengurangi sampah. Semua bahan makanan yang digunakan merupakan produk olahan desa masing-masing.

Panitia Festival Layang-layang ‘Bersatu Bersuara untuk FCTC!’ merupakan jalinan kerja sama Guyub Bocah Jateng-DIY dengan Lentera Anak Indonesia, masyarakat serta Karang Taruna di Dukuh Grenjeng, dan Satunama.

Narahubung :
Ruri Putri Kriswanto (085743722704).
Nanang Setianto (081578735150).

Satu pemikiran pada “Festival Layang-Layang “Bersatu Bersuara Untuk FCTC!””

  1. Tembakau telah merupakan ancaman global. Jumlah kematian di dunia sebanyak 5,4 juta jiwa setahun (atau 5.400.000 : 365 hari =) 14.795 jiwa per hari atau kl. 30 pesawat terbang dengan full kapasitas 500 penumpang berjatuhan setiap hari setahun penuh di seluruh dunia! Suatu angka yang luar biasa, di luar imaginasi kita. Kematian akibat rokok di Indonesia sendiri setiap tahun ditaksir mencapai 405.720 orang
    Sehubungan dengan bencana maha besar tersebut, WHO menerbitkan sebuah kesepakatan pengontrolan berbentuk hukum terhadap tembakau dikenal dengan FCTC “Framework Convention on Tobacco Control”, suatu kebijakan untuk mengurangi jumlah perokok dan mengontrol penyebaran tembakau di dalam negeri. Namun sampai saat ini, Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia yang belum meratifikasinya. Pada hal ratifikasi FCTC , merupakan bukti komitmen Indonesia, yang nota bene ikut menyusun perumusan FCTC bersama 192 negara anggota WHO.
    Keberatan ratifikasi berasal dari Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan alas an tidak valid: Kementerian Perindustrian khawatirkan, ratifikasi FCTC akan mengancam 6 juta pekerja. Padahal yang menjadi pekerja tembakau langsung belum sampai sejuta orang dan akan mengurangi cukai tembakau untuk Kas Negara (Rp 100 trilyun) yang amat dibutuhkan.
    Dari organisasi LSM yang menentang FCTC, antara lainnya Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, dan Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia.
    Tokoh terkemuka yang mendukung ratifikasi FCTC a.l. diprakarsai Nafsiah Mboy (mantan Menkes yang dinamis), Emil Salim, Todung Mulya Lubis, S. Alisjahbana, Seto Mulyadi, Arifin Panigoro, HS Dillon, Widyastuti Soerojo dan Dewi Motik.
    Para tokoh agama, termasuk ulama, kiai, harus bersepakat bulat bahwa merokok adalah haram karena amat berbahaya, mengakibatkan kecanduan yang sukar dapat dihilangkan. Para tokoh bangsa, tokoh masyarakat tidak sepatutnya memberi contoh jelek dengan merokok di depan umum yang dilihat dan dapat diteladani oleh anak-anak.
    Pemerintah perlu melindungi anak dari bahaya rokok yang khusus menargetkan anak. Alasannya, sekali anak mulai merokok, kecanduannya mungkin akan melekat, menetap seumur hidup. Pabrik tembakau meyakini benar akan hal tersebut, maka selalu akan melakukan segala daya upaya untuk menjerat anak dengan rokok. Anak merupakan pangsa pasar utama pabrik tembakau untuk di kemudian hari menggantikan mereka yang meninggal, korban bahaya rokok.
    Iklan dan promosi pabrik rokok untuk menggiurkan anak remaja perlu dilarang keras. Sponsor pabrik rokok untuk siswa, mahasisawa, pemuda berbakat, di sekolah, perguruan tinggi, di bidang olah raga dll perlu di waspadai dan ditolak. Sebab dana yang diperoleh pabrik tembakau bukankah hasil penjualan produk (rokok) yang paling membunuh dan penyebab kecanduan dengan akibat yang mengenaskan bagi semua fihak?
    Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahun 2009 telah mengeluarkan fatwa HARAM bagi anak-anak untuk merokok. Semoga Mendikbud berkenan melarang semua siswa sekolah menengah/sederajat merokok.
    Di Hari Anak Nasional 23 Juli 2016,sebelas ribu surat anak-anak dari berbagai penjuru Nusantara, telah dilaysangkan kepada Presiden Joko Widodo. Disertai permohonan yang amat sangat agar sudilah kiranya Presiden bersedia melindungi anak-anak Bangsa yang tak berdosa, menjadi korban tembakau, yang sudah merupakan ancaman global. Agar Presiden bisa menindak tegas pengusaha rokok yang melalui berbagai rayuan dan godaan, menjadikan anak-anak korban bahaya dan kecanduan rokok.
    Buku: TEMBAKAU: ANCAMAN GLOBAL, Gramedia, Penulis John Crofton dan David Simpson. Alih bahasa: Angela N.Abidin, Brahmaputra Marjadi, Widyastuti Wibisana, Kartono Mohammad, Yudanarso Dawud. Penyelaras: Irwan Julianto.

    Balas

Tinggalkan komentar