Pengusaha Kecil dan MEA : Tantangan Pengembangan Masyarakat.

IMGP9367Kantri Sekar Wandansari
Kepala Unit Training & Konsultansi
Yayasan SATUNAMA

Bermula dari Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-9 pada 2003 di Bali. Ketika itu, para pemimpin ASEAN menyepakati Bali Concord II yang memuat tiga pilar untuk mencapai visi ASEAN 2020. Yaitu ekonomi, sosial-budaya, dan politik-keamanan. Dalam pilar  ekonomi, upaya pencapaian visi ASEAN diwujudkan dalam bentuk MEA. Kerja sama ini merupakan komitmen untuk menjadikan ASEAN, sebagai pasar tunggal dan basis produksi serta kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata.

MEA adalah sebuah agenda integrasi ekonomi negara negara ASEAN yang bertujuan untuk menimalisisr hambatan hambatan di dalam melakukan kegiatan ekonomi lintas kawasan. Memasuki bulan ketiga di tahun 2016, artinya era MEA telah dibuka hampir tiga bulan lalu. Era bersatunya negara negara kawasan Asia Tenggara menjadi satu basis pasar. Arus bebas akan terjadi, arus bebas produk, jasa, investasi, tenaga kerja dan modal, semua bermuara pada prinsip pasar terbuka bebas hambatan. Walaupun MEA akan menciptakan pasar tunggal ASEAN secara luas, dalam prakteknya pelaksanaan MEA dilakukan secara bertahap. Hal ini didasari kesadaran bersama  antarnegara ASEAN bahwa setiap negara memiliki titik awal yang berbeda beda.

Datangya Era MEA, memicu kekhawatiran bagi sejumlah pengusaha kecil dan menengah. Kekhawatir ini karena Era MEA dimaknai sebagai  persaingan bisnis regional yang terjadi melalui jaringan MEA dan akan menekan usahanya. Sebaliknya, jika MEA dimaknai sebagai  terbukanya  peluang yang lebih besar bagi usaha, MEA akan mendorong pelaku usaha menuju pada pertumbuhan dan perkembangan usaha. Dan pada gilirannya akan  memberikan manfaat lebih bagi para pengusaha kecil dan menengah. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan dalam  salah satu sesi diskusi World Economic Forum on East Asia 2015 di Jakarta, Selasa (21/4/2015).”Banyak yang khawatir karena pengusaha kecil dan menengah memandang MEA sebagai persaingan bisnis. Tapi ini justru peluang besar bagi mereka,” tutur Direktur perusahaan konsultasi manajemen global McKinsey & Company, Oliver Tonby. Kedua pemaknaan di atas akan menjadi faktor pemicu dan pendorong pertumbuhan dan perkembangan usaha kecil  jika dilengkapi dengan kreatifitas dan inovasi yang menjadi ciri khas pengusaha sesungguhnya. Hal senada diungkapkan oleh seorang ekonom, Profesor Didik Junaidi Rachbini berpendapat “MEA butuh orang yang kreatif dan inovatif.”yang disampaikan pada Harian jogja.com Senin 11 Januari 2016.

Apakah keharusan memiliki kreatifitas dan daya inovasi disadari oleh pelaku usaha kecil yang sehari hari berada di pasar tradisional, pekerja bangunan, buruh tani dan anggota masyarakat pada umumnya? Sebuah tantangan yang harus dijawab. Menjadi tantangan bersama bagi seluruh pemangku kepentingan kesiapan masyarakat dalam menghadapi MEA. Masyarakat,  pemerintah dan dunia bisnis secara bersama perlu memberikan perannya mendorong dan  mengembangkan masyarakat dalam menghadapi MEA.

Peran setiap pemangku kepentingan tidaklah sama namun harus sinergis. Mengetahui, memahami dan menjalankan peran masing masing  menjadi kunci keberhasilan kesiapan menghadapi MEA. Era MEA telah datang. Menjadi tantangan yang tak dapat dipandang remeh adalah upaya mensinergikan peran para pemangku kepentingan. Masyarakat sebagai pihak yang langsung berhadapan dengan agenda integrasi ekonomi ini, pemerintah sebagai penyelenggara negara dan pembuat kebijakan dan dunia bisnis yang mengembangkan diri dan berperan turut dalam pengembangan masyarakat.

Masyarakat tak boleh dibiarkan sendiri bersiap menyongsong dan menghadapi MEA. Peran pemerintah untuk menyiapkan masyarakat menyongsong dan menghadapi era ini perlu diwujud-nyatakan dan masyarakat harus dapat merasakan ‘tidak sendiri’ menyongsong dan menghadapi MEA. Namun Masyarakat khususnya pelaku usaha kecil tak boleh tinggal diam dan hanya berperan sebagai penonton dengan kehadiran era MEA. Pelaku usaha kecil tak boleh menganggap dirinya kecil. Usaha kecil pada umumnya memiliki kekuatan yang dapat diandalkan menjadi dasar pengembangan dalam menghadapi era MEA. Usaha kecil memiliki segmen pasar yang unik, manajemen sederhana, fleksibel terhadap perubahan pasar, berpotensi untuk berkembang dan mampu untuk turut mengembangkan sektor lain yang terkait bahkan mampu menciptakan usahawan usahawan baru.

Kekuatan usaha kecil kadang dibarengi dengan kelemahan yang perlu disadari dan diupayakan untuk diminimalisir. Keterbatasan kemampuan/ketrampilan pengelola dan akses informasi pasar dan jaringan pasar masih sering menjadi kendala pengusaha kecil. Kecenderungan konsumen yang belum percaya terhadap mutu produk usaha kecil acapkali juga merupakan kendala yang cukup bermakna. Kendala ini dapat dikurangi dengan upaya pelaku usaha namun permerintah dapat mempercepatnya dengan beberapa peran yang dapat diambil[1]. Peran ini perlu dilengkapi dengan peran memberikan iklim usaha yang kondusif, memberikan aturan yang berpihak pada pelaku usaha kecil dan membangun infrastruktur yang memberikan kemudahan. Tak kalah penting membuka Informasi yang simetris tentang datangnya era ‘MEA’ dengan seluas luasnya agar tak hanya masyarakat yang sadar media massa yang terpapar informasi ini, namun seluruh masyarakat mengetahui dan menyadari baik konsekuensi dan manfaatnya, peluang dan tantangannya. Baik masyarakat pelaku usaha maupun masyarakat sebagai konsumen.

Dalam bersiap diri menghadapi era MEA pelaku usaha  membutuhkan peran pemerintah dan dunia bisnis. Namun jika pelaku usaha berjalan dan berproses sendiri secara individual tak mudah untuk mendorong ketiga pemegang peran ini memperoleh ruang dialoq yang cukup.  Pelaku usaha membutuhkan satu wadah untuk berpikir, berjalan dan berproses secara bersama hingga terwujud satu wadah yang sungguh memberikan ruang dialoq antar pelaku usaha dan selanjutnya mampu menyuarakan aspirasi pelaku usaha kecil dalam berdialoq dengan pemegang peran yang lainnya.

Dalam satu wadah,  pelaku usaha memperoleh ruang untuk mengembangkan kapasitas/ketrampilannya, lebih membuka  akses informasi pasar dan jaringan pasar dan informasi lainnya, mendorong pelaku usaha yang lebih besar utut berperan, mendorong pemerintah memberikan iklim usaha yang lebih kondusif, memberikan aturan yang berpihak bagi pelaku usaha kecil dan membangun/ memelihara infrastruktur yang memberikan kemudahan dan dapat menurunkan biaya logistik dan pengangkutan dapat lebih efisien, hingga pelaku usaha dapat dengan percaya diri menyongsong menyambut dan berproses dalam era MEA, dan  pada gilirannya tujuan bersama 10 negara ASEAN dalam agenda integrasi MEA dapat dicapai.[]

[1]             Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI), pemerintah Indonesia akan mempercepat dan memperluas pembangunan infrastruktur berdasarkan 3 pilar utama, yaitu strategi peningkatan potensi wilayah melalui pengembangan pusat-pusat pertumbuhan di dalam koridor ekonomi, strategi memperkuat konektivitas nasional, serta strategi meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan IPTEK. Dengan demikian, MP3EI diharapkan dapat menjadi salah satu media peningkatan daya saing daerah, daya saing produk, dan aliran investasi asing langsung  ketika Indonesia memasuki MEA 2015.

2 pemikiran pada “Pengusaha Kecil dan MEA : Tantangan Pengembangan Masyarakat.”

  1. Trimakasih sudah berbagi pengetahuan untuk persiapan menghadapi MEA yang ditulis dalam artikel ini. (Pengusaha Kecil dan MEA : Tantangan Pengembangan Masyarakat)

    Balas
  2. denga adanya MEA maka Arus bebas akan terjadi, arus bebas produk, jasa, investasi, tenaga kerja dan modal, semua bermuara pada prinsip pasar terbuka bebas hambatan. KEREEEN INI!

    Balas

Tinggalkan komentar