Membuka Ruang Partisipasi Anak Lewat Guyub Bocah

“Tepuk Hak Anak! Hak hidup, tumbuh kembang, perlindungan, partisipasi, merdeka!”. Kalimat itulah yang tidak pernah lupa untuk dikumandangkan setiap kali anak-anak dari seluruh desa mitra SATUNAMA berjumpa dalam kegiatan Anjangsana Guyub Bocah DIY-Jateng. Sebuah kalimat yang cukup singkat namun menjadi penyemangat dan sangat bermakna bagi anak-anak Indonesia bahkan di seluruh dunia untuk menyuarakan hak-hak mereka.

Pemenuhan Hak-hak Anak sesuai dengan Konvensi Hak Anak masih sangat jauh dari yang seharusnya. Negara yang seharusnya bertugas untuk menghormati, melindungi dan memenuhi belum mampu menjalankan tugas tersebut dengan maksimal. Perjuangan untuk pemenuhan hak anak harus dilakukan bersama-sama, Atas dasar itulah sebanyak 18 komunitas anak dan desa kini tergabung dalam Guyub Bocah DIY Jateng.

Genap satu tahun usia Guyub Bocah, sebuah komunitas yang fokus terhadap pemenuhan hak-hak anak di wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Komunitas ini berbentuk dalam jaringan lintas desa yang bermitra dengan SATUNAMA. Kemandirian komunitas basis menjadi hal utama sehingga setiap komunitas memiliki ciri khasnya masing-masing. Berawal hanya terdiri dari 4 desa yang bergabung, namun sekarang telah lebih dari 15 desa yang turut serta dalam jejaring ini. Anjangsana dilaksanakan setiap 3 bulan sekali, di mana pertama kali dilaksanakan di Desa Keningar-Magelang, kedua di Sitimulyo-Bantul, ketiga di Kadilajo-Klaten, keempat di Sendangadi-Sleman, dan kelima di Banjaroyo-Kulonprogo.

Anjangsana Guyub Bocah DIY Jateng ke V dilaksanakan pada Minggu (21/2). Kegiatan yang berlokasi di Rest Area Pasar Bendo, Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo ini mengambil tema “Aku dan Sahabatku”. Kegiatan ini mengenalkan kembali kepada anak-anak bahwa bermain bersama teman-teman adalah dunia mereka. Dewasa ini perkembangan teknologi yang dapat dikatakan semakin ‘gila’ menjadi seperti dua sisi mata uang. Di satu sisi, teknologi yang maju dapat membantu anak-anak untuk belajar namun di sisi yang lain anak justru asik sendiri dengan gadget masing-masing. Gadget telah menjadi tantangan tersendiri bagi orang tua dan para penggerak yang peduli terhadap anak, khususnya di Banjaroyo. Keinginan untuk mengembalikan roh dunia anak yang sejatinya adalah belajar, bermain, dan berekspresi. Kegiatan kali ini dibuka oleh Camat Kalibawang, Setiawan Triwidodo “Anak Indonesia Ceria, anak Indonesia guyub, anak Indonesia luar biasa”. Ujar beliau, memberikan semangat kepada anak-anak.

Melestarikan Budaya Sendiri

Upaya untuk melestarikan budaya dan bumi menjadi bagian dalam kegiatan ini. Semua peserta diminta bersama-sama untuk melakukan senam Angguk Ceria, senam tradisional yang berasal dari Kulon Progo serta senam Jogja-Jogja, senam modern dengan musik tentang Jogjakarta. Akustik lagu-lagu anak dan daerah juga ditampilkan serta terdapat permainan-permainan tradisional di setiap pos. Permainan yang dimainkan meliputi Kitiran Janur, Gobak Sodor, Bakiak, Egrang Bathok, Suk-sukan, Lurahan, serta Imajinasi, sebuah permainan yang melatih daya imajinasi anak-anak. Permainan yang dihadirkan memang bertujuan untuk mengenalkan kembali permainan tradisional yang sudah mulai jarang dimainkan. Lokasi pos yang menyebar di lingkungan pedesaan dimaksudkan sebagai susur  desa untuk mengenalkan kepada para peserta akan suasana Desa Banjaroyo yang masih asri.

Melestarikan lingkungan juga menjadi isu penting yang selalu diangkat dalam setiap kegiatan Anjangsana, seperti bungkus makanan menggunakan daun, segala bahan untuk membuat tugas berupa mading yang menceritakan “Hak-hakku dan Lingkunganku” serta properti menggunakan barang bekas dan yang ramah terhadap bumi. Tak ketinggalan, anak-anak juga dikenalkan dengan panganan local, salah satu menjadi tujuan dalam setiap anjangsana, termasuk Anjangsana V ini. Makanan instan dalam kemasan tidak diperkenankan dibawa atau dikonsumsi dalam kegiatan ini. Setiap desa diminta untuk membawa makanan olahan hasil kebun, buah hasil kebun dan biji-bijian. Biji-bijian yang terkumpul kemudian dibagikan kepada setiap komunitas untuk ditanam dan nantinya akan dibawa pada Anjangsana berikutnya.

Sebanyak 330 anak dari 15 komunitas dan desa ikut ambil bagian dalam kegiatan ini. Tak ketinggalan juga 8 orang mahasiswa dari Universitas Melbourne Australia yang tergabung dalam program kerelawanan untuk perubahan yang diprakarsai oleh Australian Volunteer International. Respon positif datang dari komunitas dan juga para mahasiswa terkait dengan kegiatan ini. “Kami sangat senang dapat mengambil bagian dalam kegiatan ini, pengalaman yang sangat luar biasa. Tidak mudah mengorganisir anak-anak sebanyak ini dan menyiapkan kegiatan seperti ini bersama dengan komunitas. Kami akan merindukan momen ini,” kata Carmen, mahasiswa Universitas Melbourne.

Dalam kesempatan ini, terpilih Desa Tanjungharjo sebagai “Desa Terguyub”. Predikat Desa Terguyub diberikan pada desa yang aktif mengikuti kegiatan, tidak terlambat, tidak membawa makanan instan atau snack yang tidak sehat; dan mengerjakan tugas anjangsana seperti mading, makanan dan buah hasil kebun, serta biji yang dapat ditanam.

Anjangsana Guyub Bocah tidak hanya menjadi ajang berkumpul saja melainkan sebuah ruang bagi anak-anak untuk belajar, bermain, dan berekspresi serta berjejaring. Jejaring menjadi penting untuk melakukan gerakan bersama dalam menyuarakan hak-hak anak agar pemenuhan akan hal tersebut dapat menjadi nyata. Salah satu hak anak adalah mendapatkan udara yang bersih. Untuk itu, pada kesempatan ini dilakukan sebuah aksi untuk meminta Presiden Jokowi segera meratifikasi FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Perwakilan setiap desa turut menandatangi surat yang ditujukan kepada Presiden. SATUNAMA pun telah memiliki Kebijakan Perlindungan Anak (Child Protection Policy) yang di dalamnya terdapat larangan merokok di dekat anak-anak sebagai bagian dari pemenuhan hak  anak.

Konsep kegiatan Anjangsana dibuat sendiri oleh komunitas yang menjadi tuan rumah, sehingga ruang partisipatif dari komunitas menjadi terbuka dan terbangun rasa kepemilikan bersama terhadap kegiatan Anjangsana dan juga Guyub Bocah itu sendiri. Jejaring yang telah terbentuk pun akan tetap terpelihara dengan adanya Guyub Bocah dan kegiatan Anjangsana yang rutin dilaksanakan.[]

Penulis : Risky Hening Dwi Astuti

Tinggalkan komentar