Sumur ladang untuk warga Beji

Wells for Beji Farmers

[photo1]

Now Beji communities have 14 wells. Eight of the wells that have been used since July 2009 were part of SATUNAMA Interfaith and Intercultural program in Beji village.

“This program is a way to improve civics values for communities. The communities learn these values through practice. Before the wells were built, the communities held discussions about the wells location and construction. The communities around the wells undertook the construction. This series was part of joint activities that have one goal: strengthened relation between residents that have different religious views,” said Mrs. Sri Purwani, Gunungkidul program officer.

This construction was important because Beji Village is located in a mountainous area with dry and rocky land. Citizens that earn a living from farming often complained about poor production each dry season. Some areas couldn’t farmed during the dry season.

Team 13, a group of citizens that became community organizers in this village, held meetings for citizens in 8 sub villages to plan the construction. These meetings were followed by location surveys by Team 13 and bricklayers.

After choosing the location, construction started from the middle of November 2008 until January 2009 at Ngelo Kidul, Tungkluk, Bejono, Tegalrejo, Puren, Beji, Daguran Kidul, and Bendo sub villages. The cost for this construction was drown from three sources: communities, village governments, and SATUNAMA.

“The communities worked together and donated their time, consumption, and local materials such as stone. Village governments showed their support by providing the basic needs of their citizens such as water for irrigation and found other funds from province so that each sub village has a well,” said Mrs. Sri Purwani.

Sumur ladang untuk warga Beji

[foto1]

Saat ini warga Desa Beji, Ngawen, Gunungkidul memiliki 14 sumur ladang. Delapan dari sumur ladang yang dimanfaatkan masyarakat sejak bulan Juli 2009 merupakan bagian dari Program kerjasama antar iman dan antar agama di Desa Beji. “Program ini menjadi salah satu cara untuk mewujudkan nilai-nilai kewarganegaraan bagi masyarakat. Tidak secara teori, tetapi lebih pada praksis. Sebelum pembuatan sumur, masyarakat melakukan musyawarah untuk menentukan lokasi dan sosialisasi proses pembangunan sumur kepada warga. Pengerjaan sumur pun melibatkan warga sekitar hamparan. Hal tersebut diikuti dengan dan evaluasi fungsi sumur ladang bagi masyarakat. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan bersama yang memiliki tujuan besar mempererat warga yang berbeda agama,” tutur Sri Purwani, program officer Gunungkidul.

Pembuatan sumur ini muncul karena Desa Beji yang terletak di daerah pegunungan memiliki kondisi tanah kering dan berbatu-batu. Tiap kali musim kemarau sungai-sungai mengering sehingga petani kesulitan mengairi sawah dan ladangnya. Warga yang kebanyakan hidup dari bertani sering mengeluhkan berkurangnya produksi pertanian mereka saat kemarau. Bahkan ada beberapa wilayah yang tidak bisa ditanami saat musim kemarau.

Pembuatan sumur ladang ini dimulai pada awal bulan November 2008. TIM 13, sekelompok warga yang menjadi community organizer di desa ini, mengadakan pertemuan untuk warga di delapan dusun mengenai rencana pembangunan sumur. Pertemuan ini dilanjutkan dengan survey lokasi oleh TIM 13 dan tukang.

Setelah menentukan lokasi, pembangunan delapan buah sumur berlangsung dari pertengahan bulan November 2008 hingga bulan Januari 2009. Tempatnya di Dusun Ngelo Kidul, Tungkluk, Bejono, Tegalrejo, Puren, Beji, Daguran Kidul, dan Bendo. Dana pembangunan sumur ladang ini berasal dari tiga sumber: masyarakat, pemerintah desa, dan SATUNAMA. “Saat pembangunan sumur ladang, masyarakat bergotong-royong dengan swadaya tenaga, konsumsi, dan material lokal seperti batu kali. Pemerintah desa juga memperlihatkan dukungan terhadap pemenuhan kebutuhan dasar warga melalui air sebagai sumber pertanian kemudian mencarikan sumber dana lain di tingkat propinsi sehingga tiap dusun memiliki sumur ladang,” tambah Sri Purwani.

Tinggalkan komentar