Sekolah Politisi Muda: Menyumbang Pendidikan Politik Bermartabat di Indonesia

Setahun terakhir, SATUNAMA telah menggelar Sekolah Politisi Muda (SPM), sebuah wadah sekolah yang diperuntukkan bagi politisi muda yang telah bergabung di dalam partai politik yang terdaftar secara resmi di Indonesia. Sekolah ini memberikan masukan, input tentang pengetahuan, keterampilan politik yang mendorong pesertanya untuk berpolitik dengan martabat.

Sejak dimulai, terdapat 25 peserta yang berasal dari beberapa partai politik di Indonesia. Di Depok-Jawa Barat, Sekolah Politisi Muda bekerjasama dengan partai Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Gerindra dan Partai Demokrat (PD). Di Makassar-Sulawesi Selatan dengan Partai Nasional Demokrat (NASDEM) dan Partai Demokrat (PD).  Di Surabaya-Jawa Timur dengan Partai NASDEM dan Partai Gerindra . Di Bandar Lampung-Lampung dengan PDIP dan Partai Gerindra.

Satunama.org berbincang dengan Insan Kamil, direktur Sekolah Politisi Muda, yang juga Wakil Direktur SATUNAMA, untuk memperoleh informasi lebih jauh tentang peran dan tantangan Sekolah Politisi Muda bagi masa depan politik dan demokrasi di Indonesia. Berikut kutipkan wawancara Ryan Sugiarto dan Ariwan K Perdana  dengan Insan Kamil.

Bagaimana latar dan gambaran awal tentang program sekolah politisi muda ini digarap? Situasi seperti apa yang melatari adanya program ini?

Ada dua alasan yang melatarbelakangi SATUNAMA mengembangkan program CPID. Pertama adalah sebenarnya lebih pada refleksi dan pengalaman internal SATUNAMA setelah 18 tahun ikut berkontribusi terhadap pengembangan dan penguatan demokrasi pasca Soeharto. Di Mana SATUNAMA mengambil spesifikasi bahwa aktivis sosial itu sebagai aktor penting untuk mendorong kehidupan demokrasi yang hampir 35 tahun tersumbat oleh rezim yang otoriter.

Yang kedua, secara eksternal, demokrasi mengalami perkembangan yang pesat, misalnya dari aspek semakin menjamurnya gerakan masyarakat sipil, dinamika masyarakat sipil sebagai kekuatan penyeimbang untuk menjaga agar demokrasi tidak dibelokkan oleh kelompok-kelompok yang sebenarnya tidak demokratis tapi dia menumpang demokrasi untuk alasan-alasan kepentingan ekonomi politik mereka. Salah satunya misalnya oligarki politik yang menguasai parpol di Indonesia. Padahal kita tahu, secara normatif parpol sebenarnya adalah jantung dari demokrasi. Berdasar perkembangan itu, SATUNAMA punya kekhawatiran jika parpol dibiarkan seperti itu, akan bisa dimonopoli oleh kekuatan ekonomi politik tertentu, akan membahayakan bagi masa depan politik di Indonesia dan secara umum masa depan demokrasi yang sudah didorong oleh gerakan pro demokrasi 18 tahun lalu.

Pertimbangan itulah yang membuat SATUNAMA merasa perlu mengembangkan CPID dengan Sekolah Politisi Muda. Sama dengan keyakinan ketika dulu CEFIL dirancang, ini berangkat dari argumentasi dasar bahwa parpol adalah aktor penting dalam mengembangkan demokrasi. Tapi sebagai institusi dia punya penggerak, yaitu para politisi sebagai aktor dari parpol yang perlu kita perkenalkan dan didik dengan nilai demokrasi, komitmen atas demokrasi dan HAM.

Ini sebenarnya langkah yang tidak populer. Bisa jadi juga mengandung cibiran oleh sebagian kelompok masyarakat sipil yang lain, karena paradigma kita yang masih memusuhi mereka (parpol) sebagai kelompok yang tak berpretensi mengembangkan demokrasi. Tapi SATUNAMA mengambil resiko itu. Maka kita perlu bersama-sama membangun demokrasi yang bermakna bagi nalar, kebutuhan dan hak rakyat.

Bisa di jelaskan secara lebih detail apa tujuan yang ingin di capai dari program ini?

Sebenarnya tujuan jangka panjangnya adalah terciptanya kultur politik yang baik melalui jalur politik. Berkembangnya kehidupan atau kultur politik yang demokratis. Dalam 5-10 tahun ke depan, ada 3 target yang menjadi acuan yang ingin kita capai. Pertama adalah politisinya sebagai aktor langsung yang kita didik. Politisi muda yang punya visi dan keterampilan dalam mengembangkan kultur politik yang demokratis. Tapi itu tak cukup. Jika mereka hidup dalam lingkungan sosial yang tidak mendukung itu akan sama saja. Maka program ini juga harus berkontribusi pada tumbuhnya lingkungan sosial yang bisa menumbuhkan demokrasi. Lingkungan paling dekat tentunya parpol, berikutnya baru masyarakat. Parpol harus didorong agar mereka memiliki kesadaran yang inklusif terhadap politisi-politisi yang punya niatan untuk mengembangkan demokrasi internal partai. Kita dengan kawan-kawan yang lain juga terlibat dalam memungkinkan tumbuhnya lingkungan yang lebih baik bagi kultur politik.

Dalam bahasa program kita punya blok politisi muda lintas partai. Ini yang akan kami declare, kita konsolidasi di tingkat regional maupun nasional. Tahun ini kita ada di 6 provinsi dengan 14 parpol yang tergabung sejak 2015.

Melihat gambaran tentang tujuan program, bagaimana sebenarnya situasi politik di Indonesia dan bagaimana program ini bagaimana akan berkontribusi?

Ada banyak kemajuan. Misalnya dilihat dari kelembagaan demokrasi. Ada banyak rekayasa perundang-undangan. Tapi di satu sisi, secara internal, parpol-parpol itu dikuasai kelompok-kelompok oligarki dengan kendali kuat terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik yang memonopoli parpol. Karena dikuasai itulah maka kebijakan-kebijakan yang ditelurkan melalui proses politik baik di dalam maupun ketika sudah ke lembaga resmi negara, tidak hanya bertabrakan dengan kepentingan publik, tapi malah kepentingan publik disingkirkan. Aktivis masyarakat sipil memberi kritik tapi menghindari tindakan-tindakan politis. Sudah ada anjuran dari kelompok-kelompok masyarakat sipil di Jakarta untuk Go Politik, itu di dalam rangka mengangkat kesempatan struktural di mana saat itu UU Pilkada serentak diundangkan dan pada 2015 pilkada langsung diberlakukan. Oleh aktivis masyarakat sipil ini dianggap sebagai peluang politik, bisa dimasukkan oleh aktor politik tapi ini gagal juga karena tidak siap dan tidak terkonsolidasi dengan baik. Akhirnya pilkada hanya melahirkan Soeharto-Soeharto kecil karena ini gagal diambil alih oleh aktor-aktor sipil. Jadi sebeneranya mereka tidak siap terhadap hasil keringat mereka sendiri. Tahun 1999 hingga 2005 itu sebenarnya cukup baik tapi setelah itu malah berbalik arah menjadi seperti yang tak diharapkan.

Kemudian masuk ke internal parpol, mereka dalam merekrut kader sangat instan. Mendasarkan kepada kemampuan ekonomi sang kandidat dan hanya mengandalkan popularitas semata, sehingga orang-orang yang dicalonkan untuk jabatan publik tidak digodog dengan baik. Padahal dalam UU tentang parpol, salah satu tugas parpol adalah melakukan pendidikan politik. Nah, kekosongan inilah yang berusaha diisi oleh Sekolah Politisi Muda.

Bagaimana SATUNAMA kemudian membayangkan politik Indonesia ke depan?

Agak bahaya juga kalau aktivis-aktivis sipil berkurang. Karena mereka masih menjadi pihak yang paling bisa menjaga demokrasi. Kalau tidak hati-hati, kalau lalu di barisan mereka terjadi kekosongan, itu gawat.  Jadi tetap gerakan masyarakat sipil tetap harus diperkuat. Bayangkan beberapa “kemenangan” yang dicapai oleh mereka, salah satunya tentang KPK. KPK itu kan mau dihabisin oleh kelompok-kelompok koruptor tapi digagalkan oleh gerakan masyarakat sipil. Maka demokrasi di masa depan tetap membutuhkan gerakan masyarakat sipil, tapi porsi perspektif politiknya harus ditambah.

“Demokrasi di masa depan tetap membutuhkan gerakan masyarakat sipil, tapi porsi perspektif politiknya harus ditambah.”

Kedua, kita tak bisa menghindar, karena konstitusi kita masih meletakan parpol sebagai institusi penting di dalam melahirkan calon pemimpin nasional baik di nasional maupun daerah. Dari situlah kita tak bisa meninggalkan parpol. Dan parpol harus mulai membuka diri terhadap perubahan zaman, ini yang harus didorong oleh kita, masyarakat sipil, akademisi dan sebagainya. Bukan lalu menebas mereka, tapi harus mengiringi instiitusi politik agar berkembang lebih baik. Saya pikir yang dilakukan oleh SATUNAMA ini secara serius sudah dipikirkan karena kita melibatkan banyak ahli.

Apakah dalam program ini, dilakukan intervensi pendidikan politik hanya kepada politisinya atau kepada partai juga?

Politisinya, lingkungan politiknya. Yang kita didik memang politisinya. Kita menghitung partai politik, jadi kita rekrut mereka lewat partai. Jadi kita punya mitra parpol. Yang bisa ikut dalam sekolah ini adalah pengurus harian di tingkat Kabupaten/Kota. Dan mereka harus mendapat rekomendasi dari partai dan usianya tak boleh lebih dari 40 tahun. Kita tidak ambil secara individual tapi lewat partai.

Bagaimana kemudian memastikan setelah mereka sekolah dan turut mewarnai dinamika politik di partai, tapi jika parpol masih didominasi oligarki, masuk orang yang etika politiknya bagus tapi mental di partai? Apakah program ini juga menghintung sampai  di sana?

Sebagai sebuah hitungan itu pasti, tapi untuk memastikan kami tidak yakin. Tapi itu sebenarnya bisa dilihat dari materi yang kami berikan. Di kurikulum kami ada 6 elemen dasar yang harus dimiliki politisi, salah satunya adalah ideologi. Ideoligi kita sebut juga sebagai value dan relating to people. Mereka harus punya kemampuan membangun relasi dengan rakyat. Yang lainnya adalah daya tahan. Mereka harus punya daya tahan misalnya terhadap politik yang tidak baik. Lalu ada 4 domain, yaitu individu (politisinya), sosial (masyarakat), institusional (kepartaian) dan elektoral. Dalam sekolah ini kami juga mengajarkan marketing politik tanpa menggunakan politik uang. Value, knowledge dan skill. Ini yang kami turunkan ke materi.

Apa yang kemudian diberikan kepada kawan-kawan politisi ini secara ideologi?  Bermacam-macam ideologi yang dibawa oleh parpol lalu bagaimana menemukan titik kesamaan dengan politisi dengan CPID?.

Ideologi di sini bukan ideologi yang mati, ini lebih ke keberpihakan ke rakyat. Etika politik. Poin-poin itu ada dalam pakta integritas yang mereka tandatangai pasca sekolah.

Kalau di tingkatan materi ada value dan skill, apakah di dalamnya termasuk tentang keterampilan membendung akses politik yang misalnya ketika politisi muda harus tunduk kepada politisi senior?

Itu ada. orang yang kami rekrut tidak terlalu hijau. Dalam parpol, sebelum mereka ke masyarakat, ada official politik di internal parpol. Maka pendidikan kami yang pertama, sehari semalam kita adakan outbound, dilatih solidaritsnya, mentalnya dan sebagainya. Ada juga kita berikan manajemen konflik dalam materi dan komunikasi. Lalu bagaimana memastikan agar politisi yang kita latih ini tidak tereksklusi di internal partai? Kami selalu merekrut orang kunci di kepengurusan. Sehingga diharapkan mereka tak hanya berpolitik sendirian tapi juga mengupayakan sesuatu yang lebih baik di internal partainya.

“Kami selalu merekrut orang kunci di kepengurusan. Sehingga diharapkan mereka tak hanya berpolitik sendirian tapi juga mengupayakan sesuatu yang lebih baik di internal partainya.”

Ada 3 kali sekolah. Materinya beda tapi yang belakangan ini semakin banyak pendalaman dan praktek. Tidak secara otomatis, karena kami juga ingin mendapatkan kesungguhan mereka. Ada persyaratan lagi. Salah satunya adalah menyusun rencana aksi politik. Mereka diberikan penugasan selama 2-3 bulan untuk menyusun itu di wilayah mereka. Yang menarik, action plan mereka ini bervariasi. Mereka ingin membangun political linkage dengan rakyat dengan isu-isu sektoral tertentu. Misalnya buruh, penataan kaum miskin, pertanian. Mereka sangat sektoral dalam hal ini sesuai dengan konfigurasi sosial masyarakat mereka.

Ada juga yang action plan-nya tentang pengelolaan parpol yang baik dan transparan, kaderisasi baik dan sebagainya. Ada juga yang mengarah ke media engagement. Dia menekaankan bagaimana membangun hubungan baik dengan media. Macam-macam. Tapi sampai di tahap ini sebenarnya sudah ada yang gugur. Ada beberapa peserta yang tidak menyetor action plani. Di SPM II yang lalu, kita fokuskan di komunikasi politik, membangun konstituen dan analisis dan penyusunan kebijakan publik.  Di SPM pertama ada analisis kekuatan sosial politik agar mereka punya peta dalam membangun konstituen.

Apa produknya? Mereka harus ada tugas lagi, yaitu menyusun naskah kebijakan, mengenai isu-isu yang akan mereka perjuangkan. Itu harus dilakukan untuk bisa ikut SPM III, baik itu akan disodorkan ke parpol mereka atau ke lembaga pemerintah. Dan ini dipanelkan. 17 peserta ini akan satu per satu mempresentasikan gagasannya, kita menghadirkan penelis untuk bertanya dan mempertajam apa yang mereka buat. Panelisnya adalah para ahli, tim SATUNAMA dan peserta yang lain.

Tentang blok politik muda lintas partai, kalau Nasdem sebagai kelompok masyarakat sipil kan berangkat dari politikus muda yang kemudian bubar karena Nasdem kemudian jadi partai? Bagaimana dengan blok politisi muda lintas partai ini?

Ini ya blok atau kaukus yang lintas partai. Tentu kita tidak bayangkan seperti Nasdem. Blok ini tak akan mencerabut asal mereka. Ini akan menjadi kekuatan baru politisi muda lintas partai yang mungkin di partai tidak bisa bersuara, ini bisa mereka manfaatkan. Ini justru menjadi peluang bagi mereka untuk bicara isu-isu strategis di nasional. Melalui ini juga mereka bisa merespon peristiwa-peristiwa politik yang terjadi. Ini menurut saya baik dan nampaknya dorongannya memang ke sana. Ini memang pekerjaaan panjang, kita harus mempersiapkan mereka di level regional maupun nasional, maka kami harus terus menerus menggalang sekutu  untuk menjalankan program ini. Setelah dua angkatan, di tahun 2017 kita akan kerjasama dengan UI untuk melihat dampak sekolah ini terhadap politisi secara khusus hingga ke urusan kultur politik di internal partainya. Untuk memberikan legitimasi bahwa politisi yang dididik beda dengan yang tak dididik.

Ada banyak contoh aktivis kita yang terjun ke politik kemudian menjadi pesakitan. Bagaimana kemudian program ini mampu ikut mengarahkan pendidikan politiknya tidak seperti gaya-gaya aktivis mahasiswa yang kemudian ke depan terjebak pada politik uang?

Itu persoalan kita. Mantan wakil gubernur Jateng yang kita pernah undang mengatakan bahwa politik kita itu becek dan bau. Tapi ini tak bisa dihindari bahwa parpol atau politik itu tak hanya menciptakan pemimpin publik tapi rumusan kebijakan publik juga digodog di sana. Sekolah ini memang tak bisa benar-benar menjamin agar alumninya ketika berkuasa tidak menjadi seperti yang tidak diharapkan. Karena memang kultur politik mereka hanya bisa menciptakan yang sekarang ini ada. Tapi setidaknya kita sudah melakukan sesuatu.

Politisi harus kaya. Ini muncul dari Gerindra. Bagaimana Mas Kamil menggambarkan statement seperti ini dan bagaimana peluang polistisi yang tak punya uang.

Tidak dilarang politisi itu kaya. Bagaimana politisi bisa menggunakan strategi lain selain uang, di sekolah ini, itu bisa didapatkan. Ketangguhan diri, sikap, strategi perjuangan politisnya jelas. Oke, kalaupun kultur kita masih kental lewat transasksi suara, tapi itu bisa kita minimalkan dengan strategi lain. Masalahnya memang kita ini sukanya instan. Maka yang paling mudah memang money politic. Karena kulturnya begitu. Tapi kalau ke depan masyarakat kita semakin baik, itu bisa saja hilang.

“Masalahnya memang kita ini sukanya instan. Maka yang paling mudah memang money politic. Karena kulturnya begitu. Tapi kalau ke depan masyarakat kita semakin baik, itu bisa saja hilang.”

Ada pengalaman menarik di Kampung Soppeng. Di mana aktivis SATUNAMA menjadi anggota DPRD. Jadi pas mau malam pemilihan ada sekian mobil yang berisi uang mau masuk kampung. Tapi masyarakat di situ membuat barikade. Mereka memang dikonsolidir agar praktik uang tidak bisa masuk di sana. Maka caranya adalah pertama, mengembangkan literasi polktik. Maka pendidikan politik kewargaan tidak bisa ditunggalkan. Warga tetap harus dikembangkan kesadaran politiknya. Nah dari dalam parpolnya juga harus dibenahi.

Apa capaian yang paling menonjol dari Sekolah Politisi Muda hingga saat ini?

Saya melihat ada komitmen tinggi dari politisi peserta. Ada harapan dan apresiasi dari internal parpol yang ikut terlibat. Ini saya pikir sebuah capaian. Yang kedua, kami mendapat dukungan dari kelompok-kelompok sosial lain misalnya LIPI, UGM, Kompas dan lain-lain, mereka memberikan harapan baru terhadap program ini, tehadap kemungkinan politik yang lebih baik di tengah macetnya kaderisasi parpol. Yang ketiga adalah adanya kehendak, niatan untuk mereka segera mengkosolidasi diri ke dalam sebuah blok politik. Tapi saya merasa ini belum waktunya. Tapi setidaknya ada kehendak mereka untuk mendeklarasikan itu. Dari aspek pengetahuan dan keterampilan itu banyak yang bisa didapatkan. Kalau dari value, mungkin masih perlu kita lihat lagi ke depan.

Besok acara wisuda Sekolah Politisi Muda berapa orang yang akan diwisuda dan apa persyaratannya?

17 orang yang sudah mengikuti semua tahapan Sekolah Politisi Muda (SPM). 3 bulan sekali kami berkumpul di lapangan untuk diskusi dengan pimpinan parpol mereka.

Bisa disebutkan deskripsi seperti apa yang bisa kita berikan tentang politik indonesia yang bermartabat di masa depan.

Bisa dilihat dari tujuan dan caranya. Kami menyebutkan politik keadaban. Kami di Jakarta akan ada seminar tentang politik keadaban. Kami juga masih meraba-raba politik keadaban itu seperti apa. tapi setidaknya ada 3 hal yang patut dilihat. Sekolah Politisi Muda – CPID menempatkan politik tak hanya sebagai pencarian kekuasan. Pengertian politik sekarang kan merosot, Merosot menjadi hanya dipahami sebagai pemilu saja. Kami ada mau bikin roadshow yang kita mulai di Jakarta besok tentang bagaimana meretas politik keadaban di Indonesia. Kami akan mengundang ahli untuk menemukan rumusan apakah politik keadaban itu bisa dilaksanakan di Indonesia. Kami sedang merencanakan ini.

Kedua dari caranya. Kalau anda punya tujuan baik ya caranya jangan keliru. Jangan money politik, jangan fitnah-fitnah kawannya dan sebagainya. Pakailah cara berpolitik yang beradab. Lalu yang ketiga adalah tindakannya. Tindakan politik yang diambil. Dan kami sedang berusaha menemukan rumusan yang memiliki antologi dan epistomologi yang baik bagaimana membangun politik yang baik di negeri ini dan saya pikir itu bisa saja lahir dari SATUNAMA, karena secara konteks itu relevan, dan akan lebih baik kalau itu jadi pemikiran SATUNAMA untuk ditawarkan kepada publik.[]

Satu pemikiran pada “Sekolah Politisi Muda: Menyumbang Pendidikan Politik Bermartabat di Indonesia”

Tinggalkan komentar