Kesaksian Peserta Pelatihan Organizational Development Oleh: Sunaryo Broto (PT. PUPUK KALTIM)

Kesaksian Peserta Pelatihan Organizational Development Oleh: Sunaryo Broto (PT. PUPUK KALTIM)

Sebagai pengelola pendidikan dan pelatihan di perusahaan, saya sering menandatangani surat keberangkatan karyawan untuk melaksanakan pelatihan di luar kota. Pelatihan keryawan tersebut diusulkan oleh unit kerjanya dan kami meninjau kebutuhan kompetensi unit kerjanya.

Sampai bulan Oktober saya belum juga menemukan jenis dan waktu yang tepat untuk pelatihan saya sendiri. Sebenarnya saya ingin pelatihan tentang audit SDM atau mendalami kinerja manajemen, tetapi sampai sekarang belum ketemu jadwal yang sesuai. Saya juga ingin sekali-sekali pelatihan di Yogyakarta atau Bandung supaya merasakan bagaimana ‘menikmati’ pelatihan di kota tersebut. Beberapa kali saya pernah melihat jadwal pelatihan di kota tersebut tetapi biodata instruktur atau lembaganya belum dapat menyakinkan atasan saya untuk menyetujuinya. Kebanyakan pelatihan tentang SDM diselenggarakan di Jakarta, dan terus terang saya sudah tidak bisa menikmati kota tersebut yang terkenal dengan kemacetannya. Sekali-sekali saya ingin belajar dalam suasana nyaman.

Suatu saat saya melihat usulan pelatihan tentang Pengembangan Organisasi dari karyawan Dep. Sisman SDM, Pak Walidi. Melihat topiknya saya menjadi tertarik. Terlebih lokasinya di Yogya. Wah! Sayapun ikut mendaftar juga. Awalnya atasan saya tidak setuju karena lembaga penyelenggara, Satu Nama tidak dikenal di pelatihan SDM. Sayapun juga tidak mengenalnya. Biasanya yang terkenal di pelatihan SDM adalah DDI (Daya Dimensi Indonesia), Hay Konsultan atau LPPM dll. Lalu saya cari di internet dan mendapatkan silabus pelatihan. Ada yang membuat saya tertarik, ada bahan tentang perumusan visi misi dan ada efektivitas organisasi. Topik ini membahas pendekatan dan strategi untuk meningkatkan effectivitas organisai dimulai dengan membuat assessment organisasi yang cocok. Menganalisis informasi hasil asessment dan menetapkan secara partisipatif. Juga langkah-langkah peningkatan kapasitas organisasi. Rasanya lembaga pelatihannya bergerak dalam bidang LSM.

Ternyata dugaan saya tak meleset. Dari 31 peserta hanya 5 dari latar belakang korporasi. Selebihnya dari kalangan LSM. Ada hal yang tak terduga, di samping peserta kebanyakan masih usia muda di bawah 30 tahunan, ada satu yang sudah berkepala 5 dan menjadi peserta tertua. Ada juga peserta dari luar negeri yaitu Timor Leste sebanyak 6 orang. Dari Aceh ada 5 peserta. Dari Kaltim 6 peserta sekaligus mewakili Indonesia Timur karena dari Maluku dan Papua tidak ada.

Begitu masuk kelas hawa keakraban langsung terasa. Suasananya sama sekali jauh dari formal. Pakaian peserta terkesan seadanya, berbaju kaos oblong dan beberapa bersandal jepit. Pengajarnya juga idem ditto, bercelana jeans dan bersandal. Cara mengajarnya sangat menarik dan membuat kelas hidup. Itulah sebabnya hampir tiap hari kami pulang sekitar jam 18.00 karena saking asyiknya berdiskusi.

Apa yang saya dapat dari situ? Banyak hal tentang manajemen pengembangan organisasi. Pemahaman baru akan dunia aktivis sekarang, meski sewaktu mahasiswa saya juga aktif tetapi ini bertemu dengan beragam aktivis dari berbagai daerah. Kami berdiskusi, berdebat dan melakukan presentasi tentang beberapa tugas.

Ada kalanya instruktur atau fasilitator berusaha mencairkan suasana bila kelas mulai agak redup selepas makan siang. Ada saja idenya. Dengan mengajak beberapa peserta untuk aktif membuat ice breaking dengan suatu permainan, atau membuat permainan sendiri. Permainan spidol dan celotape dengan informasi berjenjang membuat tertawa.

Yang patut saya catat adalah penampilan all out sang instruktur, Pak Methodius Kusumahadi. Dengan usianya yang 62 tahun, dengan suara dan semangat yang tak kenal lelah. Suaranya bisa meninggi atau merendah atau melucu dan membuat peserta harus tetap memperhatikan materi dan bahan diskusi. Membuat permainan melingkar dengan membuat hitungan bilangan dan kelipatan yang memaksa peserta untuk berkonsentrasi dan tergelak bila ternyata konsentrasinya buyar. Bila ada peserta mengantuk atau sibuk sendiri, didekatinya dan diajak berdiskusi. Dia seperti aktor utama dalam sebuah pertunjukan teater. Atau bila suasana kelas meredup dan ada beberapa yang berpangku tangan, ada nyanyian penumbuh semangat yang dinyanyikan bergantian antara peserta lelaki dan perempuan. I’am captain of the ship/ I’am captain of my fate//Yes I’am, Yes I’am, Yes I’am/Whatever you can do/ I can do, I can do better than you/ Yes I can, Yes I can, Yes I can.

Dia sudah berkeliling dunia dan mengabdikan diri di dunia LSM lebih dari 35 tahun. Dengan entengnya dia bercerita tentang letak sebuah kota di Kanada atau Jerman atau Amerika, atau bahkan di negara kecil seperti Kepulauan Solomon. Rasanya ke luar negeri seperti ke kota tetangga. Dia juga fasih bercerita tentang letak suatu desa di Bengkulu atau Aceh atau Timor Leste. Begitu juga kalau bercerita tentang proyek sosialnya di Merauke, Papua, seperti hafal di luar kepala. Mungkin kalau mata kakinya bisa bercerita akan berkata bahwa sudah melihat dan menginjak permukaan bumi di hampir seluruh negara di dunia. Dia juga sangat menguasai teori manajemen dan operasional praktis LSM.

Berulangkali dia menyebut istilah fastabil khoirot, berlomba-lomba dalam kebaikan. Dan menyerukan bahwa kita sebaiknya berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan di berbagai bidang yang digelutinya. Ada beberapa materi atau ungkapan-ungkapan lepas yang layak saya catat, di luar catatan teknis tentang manajemen organisasi, di antaranya adalah seperti saya tulis berikut.

Pak Meth mengawalinya dengan berkata: “Bung Karno mengatakan, ada 3 syarat suatu negara, yakni identitas (kepribadian), kemandirian ekonomi (sumberdaya), kemandirian politik. Begitu juga dengan organisasi, minimal harus ada tujuan, sumberdaya dan sistem. Ketiganya dikelola dengan manajemen. Dalam organisasi sebaiknya no body is indispensable, tak ada yang sangat diperlukan. Jangan sampai ada orang yang tak tergantikan. Semua orang dalam organisasi tersebut dapat diganti. Setiap fungsi sebaiknya ada second line (lapis kedua).

Nilai-nilai perusahaan secara universal paling tidak terdiri dari 4 hal yang diambil dari bahasa Yunani.yaitu Unum (satu), Bonum (kebenaran), Verum (keadilan), Pulchrum (keindahan).

Pembuatan visi dan misi. Biasanya ada 3 macam model yaitu thematis, naratif atau deskriptif. Thematis biasanya dengan bahasa singkat. Gampang diingat tetapi ada yang “disembunyikan” Naratif biasanya dengan kalimat yang panjang. Deskriptif dengan kalimat yang lebih panjang dan biasanya menjadi susah diingat. Penetapan visi ke arah end (hasil). Sedang misi ke arah means (upaya). Jangan dicampuradukkan. Nilai ke arah end. Lebih abstrak. Prinsip arahnya means. Prinsip biasanya lebih kongkrit dibanding nilai. Di sebagian dunia penulisan visi misi didahului dengan visi dan diikuti misi. Di Amerika Utara penulisan visi misi dibalik. Misi baru visi.

Dalam mengelola organisasi sebaiknya berpegangan pada system, bukan manusia. Dalam perjalanan waktu motivasi orang bisa berubah. No body is useless. Tonjolkan sisi positif dalam setiap kekhasannya. Organisasi sebaiknya komplet antara laki-laki dan perempuan. Untuk organisasi kemanusiaan tak perlu malu mendapat dana dari luar tetapi usaha mencari dana sendiri harus tetap dilakukan.

Siapa yang bertanggung jawab pada “peradaban” setempat? Jawabnya adalah pemimpin setempat. Menjaga kwalitas pemimpin dengan pastikan posisi gambar besar dari visi misi, struktur dan kultur, menjaga keunggulan dan kekhasan, memaksimalkan jaringan, menjaga mutu dan dampaknya. Cara efektif untuk membangun kader, memberi kesempatan pada setiap orang untuk bertanggung jawab.

Masih banyak kata-kata bernas yang layak catat. Mungkin ini bukan hal baru, tapi perlu dimaknai. Bila ingin menjadi orang yang berarti harus mempunyai disiplin. Jika tak disiplin tak akan menjadi apapun. Maka semua tergantung anda, apa mau menjadi orang berarti atau tidak. Manusia dinilai seberapa banyak dia berarti bagi sesamanya. (Sunaryo Broto)

Kesaksian Peserta Pelatihan Organizational Development Oleh: Sunaryo Broto (PT. PUPUK KALTIM)

Sebagai pengelola pendidikan dan pelatihan di perusahaan, saya sering menandatangani surat keberangkatan karyawan untuk melaksanakan pelatihan di luar kota. Pelatihan keryawan tersebut diusulkan oleh unit kerjanya dan kami meninjau kebutuhan kompetensi unit kerjanya.

Sampai bulan Oktober saya belum juga menemukan jenis dan waktu yang tepat untuk pelatihan saya sendiri. Sebenarnya saya ingin pelatihan tentang audit SDM atau mendalami kinerja manajemen, tetapi sampai sekarang belum ketemu jadwal yang sesuai. Saya juga ingin sekali-sekali pelatihan di Yogyakarta atau Bandung supaya merasakan bagaimana ‘menikmati’ pelatihan di kota tersebut. Beberapa kali saya pernah melihat jadwal pelatihan di kota tersebut tetapi biodata instruktur atau lembaganya belum dapat menyakinkan atasan saya untuk menyetujuinya. Kebanyakan pelatihan tentang SDM diselenggarakan di Jakarta, dan terus terang saya sudah tidak bisa menikmati kota tersebut yang terkenal dengan kemacetannya. Sekali-sekali saya ingin belajar dalam suasana nyaman.

Suatu saat saya melihat usulan pelatihan tentang Pengembangan Organisasi dari karyawan Dep. Sisman SDM, Pak Walidi. Melihat topiknya saya menjadi tertarik. Terlebih lokasinya di Yogya. Wah! Sayapun ikut mendaftar juga. Awalnya atasan saya tidak setuju karena lembaga penyelenggara, Satu Nama tidak dikenal di pelatihan SDM. Sayapun juga tidak mengenalnya. Biasanya yang terkenal di pelatihan SDM adalah DDI (Daya Dimensi Indonesia), Hay Konsultan atau LPPM dll. Lalu saya cari di internet dan mendapatkan silabus pelatihan. Ada yang membuat saya tertarik, ada bahan tentang perumusan visi misi dan ada efektivitas organisasi. Topik ini membahas pendekatan dan strategi untuk meningkatkan effectivitas organisai dimulai dengan membuat assessment organisasi yang cocok. Menganalisis informasi hasil asessment dan menetapkan secara partisipatif. Juga langkah-langkah peningkatan kapasitas organisasi. Rasanya lembaga pelatihannya bergerak dalam bidang LSM.

Ternyata dugaan saya tak meleset. Dari 31 peserta hanya 5 dari latar belakang korporasi. Selebihnya dari kalangan LSM. Ada hal yang tak terduga, di samping peserta kebanyakan masih usia muda di bawah 30 tahunan, ada satu yang sudah berkepala 5 dan menjadi peserta tertua. Ada juga peserta dari luar negeri yaitu Timor Leste sebanyak 6 orang. Dari Aceh ada 5 peserta. Dari Kaltim 6 peserta sekaligus mewakili Indonesia Timur karena dari Maluku dan Papua tidak ada.

Begitu masuk kelas hawa keakraban langsung terasa. Suasananya sama sekali jauh dari formal. Pakaian peserta terkesan seadanya, berbaju kaos oblong dan beberapa bersandal jepit. Pengajarnya juga idem ditto, bercelana jeans dan bersandal. Cara mengajarnya sangat menarik dan membuat kelas hidup. Itulah sebabnya hampir tiap hari kami pulang sekitar jam 18.00 karena saking asyiknya berdiskusi.

Apa yang saya dapat dari situ? Banyak hal tentang manajemen pengembangan organisasi. Pemahaman baru akan dunia aktivis sekarang, meski sewaktu mahasiswa saya juga aktif tetapi ini bertemu dengan beragam aktivis dari berbagai daerah. Kami berdiskusi, berdebat dan melakukan presentasi tentang beberapa tugas.

Ada kalanya instruktur atau fasilitator berusaha mencairkan suasana bila kelas mulai agak redup selepas makan siang. Ada saja idenya. Dengan mengajak beberapa peserta untuk aktif membuat ice breaking dengan suatu permainan, atau membuat permainan sendiri. Permainan spidol dan celotape dengan informasi berjenjang membuat tertawa.

Yang patut saya catat adalah penampilan all out sang instruktur, Pak Methodius Kusumahadi. Dengan usianya yang 62 tahun, dengan suara dan semangat yang tak kenal lelah. Suaranya bisa meninggi atau merendah atau melucu dan membuat peserta harus tetap memperhatikan materi dan bahan diskusi. Membuat permainan melingkar dengan membuat hitungan bilangan dan kelipatan yang memaksa peserta untuk berkonsentrasi dan tergelak bila ternyata konsentrasinya buyar. Bila ada peserta mengantuk atau sibuk sendiri, didekatinya dan diajak berdiskusi. Dia seperti aktor utama dalam sebuah pertunjukan teater. Atau bila suasana kelas meredup dan ada beberapa yang berpangku tangan, ada nyanyian penumbuh semangat yang dinyanyikan bergantian antara peserta lelaki dan perempuan. I’am captain of the ship/ I’am captain of my fate//Yes I’am, Yes I’am, Yes I’am/Whatever you can do/ I can do, I can do better than you/ Yes I can, Yes I can, Yes I can.

Dia sudah berkeliling dunia dan mengabdikan diri di dunia LSM lebih dari 35 tahun. Dengan entengnya dia bercerita tentang letak sebuah kota di Kanada atau Jerman atau Amerika, atau bahkan di negara kecil seperti Kepulauan Solomon. Rasanya ke luar negeri seperti ke kota tetangga. Dia juga fasih bercerita tentang letak suatu desa di Bengkulu atau Aceh atau Timor Leste. Begitu juga kalau bercerita tentang proyek sosialnya di Merauke, Papua, seperti hafal di luar kepala. Mungkin kalau mata kakinya bisa bercerita akan berkata bahwa sudah melihat dan menginjak permukaan bumi di hampir seluruh negara di dunia. Dia juga sangat menguasai teori manajemen dan operasional praktis LSM.

Berulangkali dia menyebut istilah fastabil khoirot, berlomba-lomba dalam kebaikan. Dan menyerukan bahwa kita sebaiknya berlomba-lomba dalam melakukan kebaikan di berbagai bidang yang digelutinya. Ada beberapa materi atau ungkapan-ungkapan lepas yang layak saya catat, di luar catatan teknis tentang manajemen organisasi, di antaranya adalah seperti saya tulis berikut.

Pak Meth mengawalinya dengan berkata: “Bung Karno mengatakan, ada 3 syarat suatu negara, yakni identitas (kepribadian), kemandirian ekonomi (sumberdaya), kemandirian politik. Begitu juga dengan organisasi, minimal harus ada tujuan, sumberdaya dan sistem. Ketiganya dikelola dengan manajemen. Dalam organisasi sebaiknya no body is indispensable, tak ada yang sangat diperlukan. Jangan sampai ada orang yang tak tergantikan. Semua orang dalam organisasi tersebut dapat diganti. Setiap fungsi sebaiknya ada second line (lapis kedua).

Nilai-nilai perusahaan secara universal paling tidak terdiri dari 4 hal yang diambil dari bahasa Yunani.yaitu Unum (satu), Bonum (kebenaran), Verum (keadilan), Pulchrum (keindahan).

Pembuatan visi dan misi. Biasanya ada 3 macam model yaitu thematis, naratif atau deskriptif. Thematis biasanya dengan bahasa singkat. Gampang diingat tetapi ada yang “disembunyikan” Naratif biasanya dengan kalimat yang panjang. Deskriptif dengan kalimat yang lebih panjang dan biasanya menjadi susah diingat. Penetapan visi ke arah end (hasil). Sedang misi ke arah means (upaya). Jangan dicampuradukkan. Nilai ke arah end. Lebih abstrak. Prinsip arahnya means. Prinsip biasanya lebih kongkrit dibanding nilai. Di sebagian dunia penulisan visi misi didahului dengan visi dan diikuti misi. Di Amerika Utara penulisan visi misi dibalik. Misi baru visi.

Dalam mengelola organisasi sebaiknya berpegangan pada system, bukan manusia. Dalam perjalanan waktu motivasi orang bisa berubah. No body is useless. Tonjolkan sisi positif dalam setiap kekhasannya. Organisasi sebaiknya komplet antara laki-laki dan perempuan. Untuk organisasi kemanusiaan tak perlu malu mendapat dana dari luar tetapi usaha mencari dana sendiri harus tetap dilakukan.

Siapa yang bertanggung jawab pada “peradaban” setempat? Jawabnya adalah pemimpin setempat. Menjaga kwalitas pemimpin dengan pastikan posisi gambar besar dari visi misi, struktur dan kultur, menjaga keunggulan dan kekhasan, memaksimalkan jaringan, menjaga mutu dan dampaknya. Cara efektif untuk membangun kader, memberi kesempatan pada setiap orang untuk bertanggung jawab.

Masih banyak kata-kata bernas yang layak catat. Mungkin ini bukan hal baru, tapi perlu dimaknai. Bila ingin menjadi orang yang berarti harus mempunyai disiplin. Jika tak disiplin tak akan menjadi apapun. Maka semua tergantung anda, apa mau menjadi orang berarti atau tidak. Manusia dinilai seberapa banyak dia berarti bagi sesamanya. (Sunaryo Broto)

Tinggalkan komentar