Pernyataan Sikap SATUNAMA Terkait Pelanggaran HAM LGBTIQA

NEGARA WAJIB MELINDUNGI SETIAP WARGA NEGARA,
TANPA KECUALI, TANPA DISKRIMINASI
Pernyataan sikap SATUNAMA menanggapi tindak para pihak mencederai-melanggar hak asasi manusia terkait LGBTIQA

Satunama.org – Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dijabarkan dalam Perjanjian Dunia (Kovenan) tentang Hak-hak Sipil Politik (Sipol) dan Kovenan Hak-hak Ekonomi Sosial Budaya (EKOSOB). Indonesia sudah meratifikasi kedua Kovenan tersebut melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 dan Undang-Undang No. 11 Tahun 2005. Dengan demikian Indonesia dengan kesadaran penuh sudah menyatakan kesanggupan mengemban tugas kemanusiaan menghormati-melindungi-memenuhi hak asasi manusia (HAM). Dengan merujuk kepada norma-norma dan instrumen hak asasi manusia, kesanggupan ini dilekati oleh prinsip-prinsip hak asasi manusia. Terang disebut prinsip hak asasi manusia meliputi prinsip kesetaraan, prinsip non diskriminasi, HAM yang tidak bisa diambil/dialihkan, HAM sebagai tanggung jawab semua pihak, ketakterbagian HAM, prinsip universalitas, prinsip kesalingtergantungan dan saling mempengaruhi, serta prinsip menjunjung martabat manusia. Kesanggupan itu juga mencakup keempat elemen hak asasi manusia yaitu akses, partisipasi, kontrol, serta manfaat pembangunan.

Kesanggupan Indonesia yang dinyatakan dengan tindakan ratifikasi Kovenan Sipol dan Kovenan EKOSOB tersebut selaras dengan tujuan negara di Pembukaan UUD 1945 : melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Upaya mencapai tujuan negara tersebut dilakukan melalui negara yang berdasarkan Pancasila.

Indonesia, lebih khusus lagi Yogyakarta, menempati posisi bermakna serta menyumbang tonggak bermakna dalam perjuangan pembelaan HAM. Prinsip-prinsip Yogyakarta dirumuskan dan dicanangkan di Yogyakarta pada tahun 2006. Bagi dunia, Prinsip-prinsip Yogyakarta menjadi panduan universal hak asasi manusia yang menegaskan standar hukum internasional yang mengikat, di mana semua Negara harus mematuhi. Dengan Prinsip-prinsip Yogyakarta, bangsa-bangsa di dunia menjanjikan masa depan yang lebih manusiawi di mana semua orang dilahirkan bebas dan sama dalam martabat dan hak-hak dapat menikmati HAM yang melekat kepada setiap manusia sejak mereka dikandung.

Dalam seluruh tatanan norma kebangsaan tersebut, pengalaman berbangsa-bernegara kiwari membawa keprihatinan mendalam. Ekskalasi wacana yang mendiskriminasikan warga negara Indonesia berdasarkan identitas gender dan orientasi seksual menjadi lampu merah pembelaan HAM. Warga negara dengan identitas lesbian, gay, biseksual, transgender, interseks, queer, aseksual, serta allied (LGBTIQA) mengalami penistaan dalam wacana dan tindakan melawan hukum baik oleh pejabat negara, lembaga negara, lembaga kuasi negara, maupun media massa dan kelompok warga intoleran. Ucapan dan tindakan pejabat negara, lembaga negara, dan lembaga kuasi negara yang mendiskriminasikan LGBTIQA, termasuk tindakan membiarkan diskriminasi terhadap LGBTIQA merupakan pelanggaran HAM. Ucapan dan tindakan oleh pihak-pihak non-negara menjadi pencederaan HAM. Hingga catatan ini ditulis, situasi pelanggaran dan pencederaan HAM tersebut berlarut-larut dan semakin memburuk. Salah satu tonggaknya adalah intimidasi (19 Februari 2016) yang disusul dengan penutupan Pondok Pesantren Al Fatah di Kotagede, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kamis, 25 Februari 2016.

SATUNAMA menghidupi nilai-nilai universal. Sebagai bagian masyarakat sipil Indonesia dan dunia beradab, SATUNAMA menegaskan :

  1. Dalam semangat menjunjung kemanusiaan, setiap orang tanpa kecuali, apapun identitas dan latar belakangnya, berhak atas perlakuan setara oleh negara. Negara wajib menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia setiap warga negara.
  2. Merujuk semangat berbangsa dan bernegara yang dimaktubkan dalam Pancasila dan Konstitusi Republik Indonesia, dengan prinsip kewargaan, setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam kerangka hak asasi manusia.
  3. Nirkekerasan merupakan nilai yang mengikat dalam perjuangan kemanusiaan. Karena itu, SATUNAMA menolak segala bentuk dan tindakan kekerasan. Termasuk dalam hak asasi manusia yang wajib dipenuhi oleh negara adalah hak atas rasa aman dari ancaman dan tindak kekerasan.

SATUNAMA menyeru pejabat negara, lembaga negara, lembaga kuasi negara, serta aparat penegak hukum, dengan seluruh kewenangan yang dimandatkan oleh Konstitusi dan hukum Indonesia,
(1) segera mengambil kebijakan menghentikan pelanggaran dan pencederaan HAM warga negara beridentitas LGBTIQA,
(2) segera mengambil kebijakan pemulihan hak dan martabat kemanusiaan penyintas,
(3) mencabut kebijakan yang mendiskriminasikan warga negara beridentitas LGBTIQA, dan
(4) memastikan penegakan hukum atas semua perbuatan melawan hukum terkait pelanggaran dan pencederaan HAM berdasarkan identitas LGBTIQA.

SATUNAMA juga menyeru semua pihak non-negara
(1) menghentikan segala bentuk pencederaan HAM yang terkait identitas gender dan orientasi seksual,
(2) menjunjung hukum dan tidak main hakim sendiri,
(3) khusus kepada jurnalis dan media massa, mengembangkan jurnalisme yang menguatkan toleransi atas keberagaman serta bangunan Indonesia inklusif,
(4) mengembangkan kebiasaan yang menjunjung nilai kemanusiaan, toleransi atas keberagaman, serta inklusi,
(5) mengambil prakarsa pembelaan penyintas dalam semangat kemanusiaan dan penegakan hukum.

Sleman, 26 Februari 2016

F.X. Bima Adimoelyo
Direktur
Telp. 0274-867745 ext. 101

Tinggalkan komentar