Pameran Foto “Mengeja Asmat” Budaya, Perempuan, dan Anak

Satunama.org – Yayasan SATUNAMA bekerjasama dengan Java Poetry “Rumahnya Budaya Jawa”, Rabu, 12 Agustus hingga Selasa, 18 Agustus 2015, menggelar Pameran Foto bertajuk “Mengeja Asmat: Budaya, Perempuan, dan Anak”. Pameran foto ini adalah hasil dari reportase keseharian 5 aktivist yang bergerak di kedalaman salah satu wilayah Papua (Asmat). Mereka adalah Maria Sucianingsih, Asep Nanda Paramayana, Peter P. Sarkol, , Vallens Aji Sayekti, dan Ronaldus Mbrak. Mereka datang untuk belajar tentang hidup dan berkehidupan, menyatu bersahabat dengan alam di Asmat. Maria dan Asep, datang dari hiruk pikuk teknologi dan berada dalam kungkungan kapitalis, menuju orisinalitas serta kebersahajaan warga setempat. Dan Foto-foto yang dipamerkan ini adalah hasil bidikan dari kaca kamera mereka.

Foto-foto yang dipamerkan dalam pameran ini adalah bidikan dari keunikan setiap wilayah yang tersebar sudut-sudut Asmat. Asmat salah satu suku yang ada di Indonesia hingga kini masih cukup ‘special’ ditengah kehidupan yang dibuat oleh “tangan-tangan manusia”. Papua membukakan mata kita bahwa masih ada yang belum beres dengan bangsa ini. Papua menjadi cermin nyata bahwa masyarakat masih dibiarkan sendiri berjuang mendapatkan posisi tawar. Pendidikan kritis, persatuan dan kesatuan bangsa dan pembangunan belum menjadi milik bersama.

Pada tataran politik, posisi unik Papua diakui oleh UU Otonomi Khusus No 21/2001. Namun, pelaksanaannya sebagian besar didominasi dan diwarnai oleh kepentingan politik dan ekonomi dari pemerintah pusat dan kelompok kepentingan tanpa mempertimbangkan benar-benar manfaat bagi masyarakat setempat. Hal ini terlihatpada penciptaan daerah administratif baru yang tidak dipertimbangkan secara matang, kebijakan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Kepentingan-kepentingan itu telah menyebabkan banyak konflik, baik secara vertikal [masyarakat terhadap pemerintah dan masyarakat bisnis swasta] dan horisontal [antar kelompok masyarakat yang berbeda].

Sebagai kabupaten yang baru lahir pada tahun 2003, Asmat menghadapi tantangan tambahan untuk mengatur sistem pemerintahan lokal dan infrastruktur untuk menyediakan layanan berkualitas kepada masyarakat, termasuk masyarakat asli Asmat. Hal ini merupakan tantangan besar yang masih jauh dari kenyataan, karena terbatasnya kapasitas para pemimpin dan pegawai negeri untuk mengelola dan mengembangkan potensi sumber daya manusia dan alam yang ada. Budaya yang ada pun dikomersialisasikan untuk keuntungansebagian besar orang non-pribumi. Sistem sosial, politik dan ekonomi telah melemahkan pandangan kritis masyarakat dan secara tidak sadar dan perlahan-lahan memposisikan orang-orang Asmat sebagai “artefak hidup”. Lalu bagaimana dengan sebaran pulau yang lain?

Disisi lain perjuangan perempuan masih semakin panjang, kasus kematian ibu dan anak termasuk kategori darurat. Akses kesehatan, pendidikan bahkan pangan masih jauh dari yang namanya baik. Pemenuhan kebutuhan dasar & hak dasar perempuan masih menjadi benang kusut ketika budaya ikut ‘menstempel’ ketimpangan tersebut. Perempuan belum boleh bersuara untuk menyerukan dirinya sendiri.Kata adil seolah tidak berlaku karena tidak ada ‘kran-kran’ yang terbuka untuk menyerukannya.

“Kekuatan bersama (people power) akan menyumbang posisi tawar masyarakat (khsususnya perempuan & anak) dalam mewujudkan keadilan. Mimpi itu akan terwujud jika ‘campur tangan’ banyak pihak tidak terhubung satu dengan yang lain. Maka pameran dokumentasi kehidupan orang Asmat ini menjadi salah satu jendela untuk membuka mata bersama bahwa masih ada saudara kita hidup dengan ‘keunikannya’ dan negara belum sungguh-sungguh hadir,” kata Asep Nanda Paramayana, Koordinator Pameran.

Pameran ini adalah pameran kedua. Sebelumnya pameran digelar di Balai Sujadmoko Solo, 17 s.d 22 Juni 2015. Pameran kedua ini digelar di Java Poetry “Rumahnya Budaya Jawa, Sagan. Perhelatan kali ini akan dimeriahkan dengan beberapa tampilan seni tradisional Asmat, Pementasan Kesenian tradisional dari Kelompok Anak Kali Code, Kesenian tradisional dari kelompok Kadilajo. Adapun pameran ini bertujuan untuk merefleksikan kehidupan orang Asmat ditengah perkembangan bangsa sendiri (baca: Indonesia), menyeruakan suara perempuan Asmat dikalayak umum, dan pengalangan dana untuk mendukung masyarakat Asmat khususnya LGM (Local Genius Mainstreamer), kegiatan-kegiatan perempuan & anak (hasil penjulan buku dokumentasi Asmat).

Waktu Pelaksanaan Pameran:
Rabu-Selasa, 12 s.d 18 Agustus 2015
09.00 s.d 21.00 WIB

Tempat Pelaksanaan:
Java Poetry “Rumahnya Budaya Jawa”
JL. Dewi Sartika No. 17 Sagan Yogyakarta

Kontak Person:
Asep Nanda Paramayana
Email: asepnanda@satunama.org
HP: 0821-3668-7222

Penyelenggara Pameran:

 



 


*Lampiran : Press Release Pameran Foto Mengeja Asmat

Tinggalkan komentar