Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) di Kabupaten Manggarai Barat

World Food Day Commemoration in West Manggarai

[photo1]

From October 13 to 16, 2009, Macangpacar sub-district became center for the World Food Day (WFD) commemoration in West Manggarai. The event, organized by SATUNAMA local partner, Yayasan Komodo Indonesia Lestari (YAKINES), included several discussions about food sovereignity, gender, and leadership issues as well as an expo about seed and farmer products. 167 farmers representating each sub-district joined this celebration. There ware also field consultants to the Agriculture Departement invited by YAKINES to promote suistainable agriculture. In the future these officials will facilitate the expansion of used of organic farming techniques.

World Food Day Commemoration is advocacy method used by YAKINES and SATUNAMA in Manggarai Barat. ”SATUNAMA and YAKINES became partners in 2004. SATUNAMA supported this advocacy with funding and become a guess speaker. WFD is a time for farmers and fishermen in West Manggarai to share their experiences, strengthen their networks and discuss recomendations for stakeholders,” said Fransisca Dwi Indah Asmiarsi, Head Division of People Empowerment Programm that representing SATUNAMA.

The event ran until 12 AM each day. On the first and second days, farmers representatives from each sub district shared their experiences about practicing suistainable agriculture. These discussions included plant diseases, organic fertilizers, and how to undertake forest and water conservation works in protected forest areas. Further discussions considered suistainable agriculture issues, such as the dangers of chemical fertilizers and land damage as a consequence of use of chemical fertilizers. This discussion also covered problems regarding the supply organic fertilizers.

At night, YAKINES staff facilitated discussions in which participants share their experiences about gender and leadership issues. The participants carried out group discussions about womens problems regarding their roles in the community. That session closed with a presentation about the discussion. On the third day, some farmers that had benefited from YAKINES support gave presentations about agricultural techniques. These included organic fertilizer production, natural pesticides, Effective Micro-organism 4th series (EM4)—a product used by farmers to produce organic fertilizer, land and water conservation through terace-making, and jamu-making. For one full day, the participants practiced these processes, a workshops, and later gave presentations.

On the fourth day, presentations and discussions were held about food sovereignity. SATUNAMA’s team gave a presentation about food conditions in Indonesia and what must be done to achieve food sovereignity. ”Farmers face structural proverty because food policy by the goverment favours the agricultural chemicals industry. They do not think about the long term of consequences of using chemicals that could damage the land.” said Fransiska. She also said that food diversity could reduce and so farmers will lose out. If one species lost, so long as there is still a high level of diversity, the farmers will still have other species. Food diversity also could reduce the risk of plant plegues.

[photo2]

At night, all participants met to agree to recomendations for the goverment represented by the West Manggarai Regent. These recommendations asked West Governance to support organic farming with a budget allocation, and facilitating organic farming and reducing the promotions of the use of chemical. For the Public Work Departement, farmers asked for control and improvement in agriculture infrastructure. For farmers, they recommended the development of organic farming and farmers organisations, to create a seed bank, and cultivate local foods.

On the last day, Fidelis Pranda, West Manggarai Regent, come to visit the seed and agricultural produce expo and to give a speech. Before the regent gave his speech, women representatives read the recommendations. The Regent said that he welcomed the recommendations but that he didn’t want to sign the document. That will be followed up by YAKINES, by sending the recommendations to the Regent’s office on October 19, 2009.

On the last night, YAKINES staff and the local organizing comitte undertook an evaluation. This event closed with Jais dance—the mass dance from Ende that is popular in West Manggarai.

Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) di Kabupaten Manggarai Barat

[foto1]

Pada tanggal 13 sampai 16 Oktober 2009 Kecamatan Macangpacar menjadi pusat Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) di Flores Barat. Acara yang diorganisir oleh mitra lokal SATUNAMA, Yayasan Komodo Indonesia Lestari (YAKINES), ini berisi serangkaian diskusi mengenai isu kedaulatan pangan, gender, dan kepemimpinan juga pameran benih dan produk petani. Seratus enam puluh tujuh orang yang merupakan perwakilan dari petani di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Manggarai terlibat sebagai peserta dalam acara ini. Hadir pula dua orang Petugas Pertanian Lapangan. Keterlibatan petugas dari lembaga pemerintah ini merupakan upaya YAKINES untuk mempromosikan pertanian berkelanjutan. Harapannya, Petugas Pertanian Lapangan ini nantinya akan membimbing petani di lapangan mengenai teknik pertanian organik.

Peringatan HPS merupakan salah satu media advokasi yang dipakai oleh YAKINES dan SATUNAMA di Manggarai Barat selama ini. ”SATUNAMA telah bermitra dengan YAKINES sejak tahun 2004. Selain mendukung gerakan advokasi ini lewat pendanaan, SATUNAMA juga menjadi narasumber dalam acara ini. Peringatan HPS ini merupakan ajang bagi kaum tani dan nelayan di Flores Barat untuk bisa saling berbagi pengalaman, memperkuat jaringan dan berdialog serta mengajukan rekomendasi, dalam hal ini tuntutan, kepada para pengambil kebijakan secara langsung,” tutur Fransisca Dwi Indah Asmiarsi yang mewakili SATUNAMA dalam acara tersebut.

Acara tersebut tiap hari berlangsung sampai pukul 12 malam. Pada hari pertama dan kedua, wakil-wakil petani dari tiap kecamatan berbagi pengalamannya mempraktekan pertanian berkelanjutan. Diskusi ini mengangkat permasalahan seputar pengendalian hama, pembuatan pupuk organik yadari bahan alami di alam sekitar, hingga cara mengkonservasi hutan dan air di daerah hutan lindung. Kemudian dilanjutkan dengan diskusi kelompok membahas permasalahan teknis dan ideologis sekitar pertanian berkelanjutan seperti bahaya penggunaan pupuk kimia dan kerusakan tanah yang telah dicemari oleh pupuk-pupuk kimia. Diskusi juga membahas hal-hal teknis seperti kendala dalam penyediaan bahan-bahan materi pupuk organik ataupun cara mendapatkan bahan penggantinya.

[foto2]

Malam harinya, rekan-rekan dari YAKINES melakukan diskusi dan berbagi pengalaman dengan tema gender dan kepemimpinan. Peserta melakukan diskusi kelompok tentang sebab dan kendala peran perempuan terbatas dan peran pemimpin perempuan di dalam kelompok-kelompok termasuk kelompok tani. Dalam diskusi peserta juga mengajukan rekomendasi atau usulan untuk perbaikan ke depan. Sesi tersebut ditutup dengan presentasi hasil diskusi. Pada hari ketiga, beberapa petani yang sudah lama mendapatkan pendampingan dari YAKINES menjadi narasumber untuk mengajarkan berbagai hal sehubungan dengan teknik pertanian. Mulai dari pembuatan pupuk cair organik, pestisida alami, Effective Micro-organism Seri 4 (EM4) yang mempermudah penguraian unsur organik, Konservasi Tanah dan Air melalui pembuatan media terasering di lahan yang tidak datar, hingga pembuatan jamu dengan bahan jahe. Selama sehari penuh, peserta mempraktekan pembuatannya, menuliskan proses dan bahan yang harus disediakan, lalu mempresentasikannya di depan forum.

Acara hari keempat berisi presentasi dan diskusi materi mengenai Kedaulatan Pangan. Tim dari SATUNAMA sebagai narasumber mempresentasikan mengenai kondisi pangan di Indonesia dan dan hal-hal yang perlu dilakukan untuk menuju kedaulatan pangan. ”Petani mengalami kemiskinan struktural karena politik pangan yang dilakukan pemerintah lebih memihak pada industri pertanian. Padahal penggunaan bahan kimia berlebih dalam jangka panjang merusak lahan. Petani juga harus mengupayakan keanekaragaman pangan lokal supaya tidak tergantung pada pihak luar,” tutur Fransisca Dwi Indah Asmiarsi yang mewakili SATUNAMA dalam acara tersebut. Ia juga menambahkan menanam beraneka ragam tanaman bisa mengurangi kerugian petani saat gagal panen. Apabila satu jenis tanaman gagal panen petani masih bisa mengandalkan jenis yang lain. Tanaman yang beraneka ragam juga mengurangi kemungkinan terjadinya wabah penyakit tanaman.

Seluruh peserta kemudian berkumpul pada malam harinya untuk menyusun rekomendasi (tuntutan) kepada pemerintah yang diwakili oleh Bupati Manggarai Barat. Isinya antara lain meminta Pemda Manggarai Barat untuk mendukung pertanian organik melalui alokasi dana dan fasilitasi pertanian organik serta mengurangi promosi bahan kimia. Supaya dinas Pekerjaan Umum melakukan perbaikan dan kontrol terhadap infrastruktur yang berhubungan dengan pertanian. Dan bagi petani sendiri wajib mengembangkan pertanian berkelanjutan dan organisasi tani, membentuk lumbung benih dan membudidayakan pangan lokal.

Pada hari terakhir, Bupati Manggarai Barat, Fidelis Pranda, hadir untuk meninjau pameran benih dan produk pertanian serta memberikan sambutan. Sebelum Bupati memberikan sambutan, wakil perempuan peserta HPS membacakan rekomendasi yang disusun sebelumnya. Bupati secara lisan menyatakan menyambut baik rekomendasi peserta HPS, tetapi pada akhir kunjungan beliau tidak bersedia menandatangani rekomendasi tersebut. Hal ini akan ditindaklanjuti oleh YAKINES dengan mengirimkan berkas rekomendasi ke kantor Bupati hari Senin tanggal 19 Oktober 2009.

Malam hari terakhir staf YAKINES dan panitia lokal memfasilitasi evaluasi. Acara ini dilanjutkan dengan penutupan yang dimeriahkan oleh tarian Jais—tarian massal khas Ende yang juga populer di Manggarai Barat.

Tinggalkan komentar