Ada air ada rejeki: MEMBANGUN SARANA AIR BERSIH untuk MEMBANGUN PERCAYA DIRI MASYARAKAT KAMPUNG MIIS.

Building a clean water infrastructure to enrich self confidence of Miis community.

[photo1]

SATUNAMA and YAKINES (Yayasan Komodo Indonesia Sejahtera) have considered that there is a connection between clean water availability and the growing of community’s confidence. It was proved when SATUNAMA and YAKINES facilitated some clean water projects in the kampong of Miis, Poco Ruteng village, Lembor sub-district, Manggarai Barat district. “Before having clean water most of the children did not want to go to school due to lack of water that lead to dirtiness and stink. They felt inferior. Nowadays, they like to go to school and feel clean and healthy that increases their confidence to mix with their friends from other places”, said Tua Golo Bernardus Gaut, an elder man from Miis.

In the past, SATUNAMA and YAKINES facilitated clean water management in 3 kampongs in West Manggarai: Ledang and Pasat, Lembor sub-district; Rai, Komodo sub-district. In each area its community acted as the development implementer. They cooperated with a technician who was responsible for technical issues and a facilitator who was a counterpart in solving development problems. “In the past we failed due to no water management committees. We did not have funding and technicians to repair broken pipes. Nowadays, when we know how to maintain them, the water keep clean”, said Christophorus Abdullah, the chair of Water Development Committee.

Since women are the most party who are influenced by water, they have to be given roles to manage water. Before the project, they had to walk around 2 kilometers to get water. Therefore, YAKINES established an OPA (Water Management Organization) that has a woman as a chair person and some of the board members are also women.

[photo2]

Miis’ OPA was established in 25 May 2008, with Mrs. Yustina Niut as the chair person. Every household has to pay Rp 2,000 per month, and now has been collected Rp 1,000,000 to maintain the project. Yustina and her colleagues established regulations to maintain water, and asked people to plant some trees to keep the water. “In the past it was happened that the water did not available due to an eel that plugged into the pipe. Then I warned people to avoid that kind of problem”, stated Yustina Niut. Now the West Manggarai local government uses OPA as a model for all district areas.

SATUNAMA and YAKINES also facilitated community members to plant vegetables such as mustard greens, long beans and string beans. The women of 27 households in the kampong are easier to plant vegetables to enrich their nutrition and they also sell the vegetables to get money for school fees and other social need. Since the women do not have to get water, they have more time to weave traditional clothing to keep their tradition custom as well as for income. The men are also able to use their garden to fulfill their families’ need.

Since the clean water project done, Miis has growth. In the last year many people built brick houses and used generators to fulfill their need.

In the previous time Miis was ignored by its local government. After the district head of West Manggarai officially announced the water project, the government funded road reparation and built a health centre and also distributed mosquito nets. Now they also plan to build an alternative elementary school and a chapel.

Kampung Miis sendiri memiliki OPA sejak tanggal 25 bulan Mei 2008. Ibu Yustina Niut selaku ketua OPA dan beberapa pengurus bertugas mengelola setoran iuran air dari masyarakat. Tiap KK membayar Rp. 2.000 per bulan. Hingga saat ini, terkumpul uang kas sebesar Rp 1.000.000 sebagai tabungan apabila ada kerusakan. Yustina Niut juga menyusun aturan-aturan pengelolaan dan pemeliharaan air. Untuk menjaga supaya debit air melimpah, masyarakat menanami daerah sekitar sumber mata air dengan beringin dan tanaman lain yang menyimpan air. ”Dulu pernah air tidak mengalir selama beberapa hari, petugas berusaha mencari apa penyebabnya. Kami menemukan seekor belut yang masuk ke dalam pipa air setelah memeriksa seluruh jaringan air. Saat rapat pengurus muncul kesepakatan untuk memasang penyaring supaya hal ini tidak terulang lagi,” kata Yustina Niut. Saat ini, Pemkab Manggarai Barat menjadikan pengelolaan OPA ini sebagai model bagi seluruh OPA tingkat kampung di seluruh kabupaten.
Ada air ada rejeki: MEMBANGUN SARANA AIR BERSIH untuk MEMBANGUN PERCAYA DIRI MASYARAKAT KAMPUNG MIIS.

[foto1]

SATUNAMA dan Yayasan Komodo Indonesia Sejahtera (YAKINES) melihat ada hubungan antara cukupnya ketersediaan air bersih dengan tumbuhnya rasa percaya diri masyarakat. Hal tersebut terbukti pada saat memfasilitasi pembangunan sarana air bersih bagi masyarakat di berbagai kampung, termasuk di Kampung Miis, Dusun Buruk, Desa Poco Rutang, Kecamatan Lembor, Kabupaten Manggarai Barat. “Sebelum ada air, sebagian besar anak-anak malas berangkat bahkan putus sekolah. Mereka merasa malu ketika harus ke sekolah dengan wajah masih kotor dan badan bau karena jarang mandi. Saat ini, banyak anak-anak pergi bersekolah karena mereka merasa bersih dan sehat, sehingga memiliki rasa percaya diri untuk bergaul dengan anak sekolah dari kampung lain,” tutur Bapak Tua Golo Bernadus Gaut, tetua adat Kampung Miis.

Sebelumnya, SATUNAMA dan YAKINES pernah memfasilitasi pengelolaan air bersih di 3 kampung, yaitu: Kampung Ledang dan Pasat di Kecamatan Lembor, dan Kampung Rai di wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Di tiap-tiap tempat tersebut, masyarakat bertindak sebagai pelaksana pembangunan. Mereka bekerjasama dengan seorang teknisi yang bertanggung jawab dalam hal teknis sekaligus membantu masyarakat belajar untuk menangani hal-hal teknis, dan seorang fasilitator yang menjadi rekan diskusi dalam memecahkan masalah dalam proses pembangunan. Proses pembangunan sarana air bersih menggunakan cara tersebut supaya saat pembangunan selesai masyarakat bisa memahami serta mampu memperbaiki sendiri sarana tersebut.
“Sebelumnya, kami gagal dengan proyek air karena tidak ada panitia yang mengelola air. Kami tidak memiliki dana dan teknisi untuk memperbaiki saat pipa rusak. Setelah kami mengetahui cara memelihara sarana air bersih, hingga kini, jaringan air bersih tersebut bisa terjaga dengan baik,” tutur Christophorus Abdullah, Ketua Panitia Pembangunan Air.

Pembangunan dan pemeliharaan air bersih akan bertahan jika perempuan mendapat kesempatan untuk mengelolanya. Hal ini terjadi karena perempuan yang paling merasakan pentingnya air bersih. Ia lebih banyak membutuhkan air bersih untuk memasak dan mencuci pakaian jika dibandingkan dengan anggota keluarga lain. Sebelum ada saluran air di Kampung Miis, perempuan di sana harus berjalan kaki sejauh dua kilo untuk mengambil air dari mata air. Untuk itu, YAKINES mengembangkan Organisasi Pengelola Air (OPA) dengan ketua dan sebagian pengurusnya adalah perempuan.

[foto2]

Saat pembuatan sarana air bersih, SATUNAMA dan YAKINES juga memfasilitasi penduduk untuk menanam sayuran seperti sawi, buncis, dan kacang panjang. Kaum perempuan dari 27 KK di kampung menjadi lebih mudah menanam sayuran untuk kebutuhan gizi keluarga dan juga untuk tambahan pendapatan guna membayar sekolah anak-anak dan kebutuhan sosial lainnya. Karena kaum perempuan tidak lagi menghabiskan waktu untuk mencari air, sekarang mereka lebih memiliki banyak waktu untuk menenun kain tradisional Manggarai untuk memelihara tradisi dan mendapatkan penghasilan sampingan. Kaum laki-laki juga semakin bisa memanfaatkan kebunnya untuk mencukupi kebutuhan pangan keluarga.

Semenjak ada sarana air, Kampung Miis semakin maju. Dalam waktu setahun ini, masyarakat banyak membangun rumah berdinding tembok yang tertata rapi. Di kampung yang belum memiliki sarana listrik ini, beberapa warga juga kemudian mulai menggunakan generator sebagai alat penerangan.

Sebelum ada pembangunan sarana air bersih, Kampung Miis terabaikan oleh pemerintah Desa Roco Ruteng. Setelah Bupati Manggarai Barat meresmikan sarana air, dalam dua tahun ini muncul bantuan perbaikan jalan dari program PNPM pemerintah, pembuatan Pusat Kesehatan Masyarakat Desa dan pembagian kelambu dari Dinas Kesehatan. Selain itu muncul rencana pembuatan waduk kecil dari Dinas PU, rencana pembuatan SD Tumbuh (sekolah persiapan yang terdiri dari 3 kelas dan muridnya melanjutkan ke SD terdekat), juga rencana membangun gereja kecil (kapel).

Tinggalkan komentar